Rabu 14 Sep 2022 06:27 WIB

Scholz Bangkitkan Kembali Semangat Berlin Airlift Atasi Pasokan Energi

Warga jerman diminta bersiap menghadapi musim dingin yang sulit.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Kanselir Olaf Scholz menunggu Perdana Menteri Spanyol pada rapat tertutup kabinet federal di luar Istana Meseberg, Selasa, 30 Agustus 2022. Topik rapat tertutup tersebut adalah krisis energi dan kenaikan harga.
Foto: AP/Kay Nietfeld/DPA
Kanselir Olaf Scholz menunggu Perdana Menteri Spanyol pada rapat tertutup kabinet federal di luar Istana Meseberg, Selasa, 30 Agustus 2022. Topik rapat tertutup tersebut adalah krisis energi dan kenaikan harga.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Olaf Scholz menyerukan semangat Berlin Airlift atau Blokade Berlin pada Selasa (13/9/2022). Dia memohon kepada warga Jerman bersiap menghadapi musim dingin yang sulit dan bangkit menghadapi tantangan perubahan dalam pasokan energi.

“Berlin Airlift membuktikan bahwa hal yang tampaknya tidak mungkin bisa berhasil jika kita berani menetapkan tujuan besar dan bekerja sama. Ini membuat saya percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas besar yang ada di depan kita,” ujar Scholz.

Baca Juga

"Mari kita selesaikan tugas ini bersama-sama!" katanya.

Scholz berbicara dengan para pemimpin bisnis di Bandara Tempelhof yang merupakan titik fokus Airlift antara 1948-1949. Saat itu pasukan Barat menerbangkan ratusan ribu ton pasokan ke Berlin yang terbagi setelah Uni Soviet memblokir akses kereta api dan jalan ke kota yang diduduki Barat.

Jerman dan negara-negara Eropa lainnya berebut untuk mengamankan pasokan energi setelah Rusia menghentikan aliran melalui pipa gas utama. Rusia menyalahkan sanksi yang dijatuhkan oleh Barat setelah pemerintah negara itu menginvasi Ukraina, karena menghambat pemeliharaan pipa.

"Tentu saja kami tahu dan kami tahu bahwa solidaritas kami dengan Ukraina akan memiliki konsekuensi," kata Scholz dalam pidatonya di Hari Pengusaha Jerman.

Jerman telah mengisi gudang gasnya hingga sekitar 88 persen dari kapasitas untuk melewati musim dingin dan mencari solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan. Scholz mengatakan, sebagai bagian dari upaya Jerman untuk mendiversifikasi sumber energinya dari gas Rusia dengan memicu ledakan besar dalam industri hidrogen sebagai gas masa depan.

Scholz mengatakan, Jerman akan memiliki infrastruktur yang diperlukan untuk mengimpor semua gas yang dibutuhkannya pada akhir 2023. Dia menunjuk pada pembangunan terminal gas alam cair di lepas pantai negara itu.

Selain itu, Scholz berada di Kanada bulan lalu untuk menandatangani kesepakatan untuk membangun rantai pasokan hidrogen. Jerman dan Kanada telah berdiskusi tentang pembangunan terminal LNG di pantai Atlantik Kanada dalam lima tahun ke depan.

Janji hidrogen sebagai bahan bakar untuk membantu kendaraan listrik dan pembangkit energi telah menjadi bahan pembicaraan sejak tahun 1970-an. Hanya saja versi bahan bakar terbarukan atau rendah karbon saat ini terlalu mahal untuk digunakan secara luas.

Para pendukung mengatakan investasi infrastruktur dan lebih banyak permintaan dari transportasi, jaringan gas ,dan industri akan menurunkan biaya. Sebagian besar hidrogen yang digunakan saat ini diekstraksi dari gas alam dalam proses yang menghasilkan emisi karbon, yang mengalahkan tujuan banyak pembuat kebijakan.

Tapi ada potensi untuk mengekstrak hidrogen "hijau" dari air dengan elektrolisis. Proses tersebut bersifat intensif energi tetapi bebas karbon jika didukung oleh listrik terbarukan. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement