REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan ia membutuhkan lebih banyak waktu untuk menahan inflasi. Meski data harga konsumen bulan Agustus menunjukkan "lebih banyak kemajuan dalam menekan inflasi global pada ekonomi AS".
"Akan butuh banyak waktu dan penyelesaian untuk menekan inflasi," kata Biden dalam pernyataan yang dirilis Gedung Putih Selasa (13/9/2022).
Ia juga menyoroti Undang-undang Reduksi Inflasin yang baru-baru ini diloloskan. Naiknya harga konsumen yang tak terduga pada Agustus dan inflasi yang mempercepat kenaikan tarif sewa dan perawatan kesehatan memberi bank sentral Fed amunisi untuk menaikan suku bunga 75 poin Rabu (14/9/2022) ini.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi bertahan walaupun pelonggaran pada rantai pasokan global yang berkontribusi pada kenaikan harga awal tahun ini. Dengan kuatnya pasar tenaga kerja yang didukung pertumbuhan upah menjaga inflasi belum mencapai puncaknya.
Sehingga Fed dapat menjaga langkahnya menerapkan kebijakan moneter agresif sementara waktu.
"Fed pasti akan menaikkan suku secara agresif minggu depan, kemungkinan sebesar 75 basis poin, sambil mendorong kembali pembahasan yang sempat tertunda mengenai siklus pengetatan," kata ekonom senior di BMO Capital Markets Sal Guatieri.
Indeks harga konsumen AS naik 0,1 persen bulan lalu setelah sempat tidak berubah pada bulan Juli. Meksi konsumen sempat lega dengan turunnya harga bensin 10,6 persen mereka hanya merogoh kantong lebih dalam untuk makanan, sewa, perawatan kesehatan, listrik dan gas alam.
Harga pangan naik 0,8 persen sementara harga makanan yang dikonsumsi di rumah naik 0,7 persen. Harga makanan naik 11,4 persen sepanjang tahun, kenaikan terbesar dalam rentang 12 bulan sejak Mei 1979.