REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Porsi pekerja Inggris yang terlalu sakit untuk bekerja naik ke tingkat tertingginya sejak 2005. Ekonom mengatakan tampaknya disebabkan gabungan antara gejala panjang Covid-19 dan semakin sulitnya akses pengobatan medis sejak awal pandemi.
Pada Selasa (14/9/2022), Kantor Statistik Nasional mengumumkan terdapat 2.464 juta orang berusia 16 sampai 24 tahun yang sakit dalam waktu lama sehingga tidak bisa bekerja atau tidak mencari pekerjaan selama tiga bulan hingga bulan Juli.
Angka ini sekitar 5,9 persen dari jumlah populasi usia produktif. Tertinggi dalam rentang waktu tiga bulan sejak Juni 2005 dan bertambah semakin cepat beberapa bulan terakhir.
Tingginya warga yang mengalami sakit dalam waktu lama dan meningkatnya tenaga kerja yang tidak aktif yang juga mencapai angka tertinggi sejak 2017 membuat cemas bank sentra Inggris.
Bank of England khawatir lambatanya pertumbuhan tenaga kerja kan semakin menyulitkan perekonomian memenuhi permintaan, meningkatkan tekanan pada inflasi dan membatasi potensi pertumbuhan Britania.
Sejak awal pandemi jumlah masyarakat usia produktif yang sakit dalam waktu lama dan tidak bekerja naik 352 ribu orang. Kemudian naik 127 ribu orang selama tiga bulan sampai bulan April.
"Kemungkinan karena kombinasi Covid-19 jangka panjang dan panjangnya daftar tunggu NSH (Sistem Pengobatan Nasional)," kata ekonom PricewaterhouseCoopers Jake Finney.
Kantor Statistik Inggris melaporkan akhir Juli lalu sekitar 2 juta warga Inggris dilaporkan mengalami gejala Covid-19 jangka panjang. Sekitar 384 ribu diantaranya mengatakan gejala mereka "sangat membatas" aktivitas harian mereka.
Sementara itu pengamatan dari Asosiasi Medis Britania, pada bulan Juli terdapat 6,84 juta warga yang masuk dalam daftar tunggu untuk mendapat perawatan di rumah sakit. Naik dari 4,24 juta orang pada Maret 2020.