Rabu 14 Sep 2022 12:28 WIB

Serangkaian Penangkapan Pengunjuk Rasa Anti-Kerajaan Inggris 

Penahanan dilakukan karena pelaku mengekspresikan pandangan antimonarki.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Anggota masyarakat berkumpul di tengah hujan di luar Istana Buckingham, di London, menjelang kedatangan mobil jenazah yang membawa peti mati Ratu Elizabeth II, Selasa, 13 September 2022.
Foto: Suzan Moore/Pool Photo via AP
Anggota masyarakat berkumpul di tengah hujan di luar Istana Buckingham, di London, menjelang kedatangan mobil jenazah yang membawa peti mati Ratu Elizabeth II, Selasa, 13 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sejak kematian Ratu Elizabeth II, segelintir orang di Inggris telah ditahan oleh polisi. Penahanan itu karena mereka mengekspresikan dengan blak-blakan pandangan antimonarki.

Seorang perempuan di Edinburgh memegang tanda bertuliskan "Imperialisme, hapuskan monarki" didakwa dengan pelanggaran perdamaian. Seorang pria menghadapi tuduhan yang sama setelah mencemooh Pangeran Andrew saat mobil jenazah ratu melakukan perjalanan melalui ibu kota Skotlandia.

Baca Juga

Sedangkan di Oxford, aktivis perdamaian Symon Hill diborgol setelah meneriakkan penentangannya selama upacara proklamasi raja baru. Hill mengatakan, secara spontan memanggil "Siapa yang memilihnya?" karena dia keberatan dengan kepala negara yang dipaksakan di negaranya.

"Saya ragu sebagian besar orang di kerumunan bahkan mendengar saya. Dua atau tiga orang di dekat saya menyuruh saya diam," tulisnya di blognya.

Hill mengatakan, dimasukkan ke dalam van polisi oleh petugas. Petugas itu mengatakan kepadanya bahwa dia ditahan karena dugaan perilaku yang dapat menyebabkan pelecehan, peringatan, atau kesusahan. Dia kemudian dibebaskan tetapi masih bisa menghadapi interogasi.

"Polisi menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk menangkap seseorang yang menyuarakan penentangan ringan terhadap kepala negara yang diangkat secara tidak demokratis," kata Hill.

Selain itu, perempuan di London dipindahkan dari gerbang Parlemen sambil membawa tanda "Bukan rajaku". Polisi mengatakan, dia dipindahkan dari tempat itu untuk mengizinkan kendaraan masuk dan tidak diminta untuk meninggalkan daerah yang lebih luas.

Pengacara Paul Powlesland mengatakan, dia diinterogasi oleh polisi di luar Parlemen pada Senin (12/9/2022). Dia membawa selembar kertas kosong ketika berencana untuk menulis "Bukan rajaku".

Dalam rekaman yang diambil oleh Powlesland, seorang petugas terdengar mengatakan itu mungkin menyinggung seseorang jika dia menulis kata-kata itu. Powlesland menyebut perilaku polisi itu keterlaluan.

 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement