REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan keuangan nonbank untuk mewaspadai serangan hacker. Hal ini mengingat risiko kebocoran data pribadi pada lembaga keuangan nonbank seperti asuransi dan fintech lebih tinggi.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, perusahaan besar sedang menjadi sasaran empuk sejumlah hacker. Dia meminta para pelaku industri ini untuk mengantisipasi dengan lebih menjaga data nasabah.
“Perusahaan besar berpotensi juga itu terjadi seperti itu. Untuk yang asuransi dan sebagainya ya kita antisipasi agar tidak terjadi di IKNB, harus waspada," ujarnya saat konferensi pers, Selasa (13/9/2022).
Menurut Ogi, kebocoran data menjadi perhatian khusus bagi para pelaku industri keuangan nonbank untuk mempersiapkan diri melawan serangan hacker. Sebab, saat ini kebocoran data tidak hanya mengancam perusahaan, bahkan suatu negara.
“Masalah security itu menjadi perhatian, tentu kami juga akan menyampaikan ke industri yang kami awasi," ucapnya.
Menurutnya, belum ada perusahaan keuangan nonbank yang terkena serangan hacker sejauh ini. Namun, bukan berarti perusahaan keuangan nonbank bisa lepas dari serangan hacker.
"Jadi memang masalah security itu menjadi perhatian. Tentunya kami juga akan menyampaikan kepada industri jasa keuangan nonbank yang kami awasi," ucapnya.
Menurutnya, perihal perlindungan data menjadi hal yang serius. Apalagi dengan database lembaga negara yang belakangan kedapatan dibobol oleh peretas.
“Kami mengingatkan pada industri yang berada di bawah pengawasan OJK ikut berhati-hati. Memang masalah security itu menjadi perhatian. Tentunya kami juga akan menyampaikan kepada para industri jasa keuangan non bank yang kami awasi," ucapnya.
Kebocoran data memang tengah menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Saat ini terdapat 1.304.401.300 data registrasi nomor telepon diduga bocor dan dijual forum hacker. Data tersebut diduga merupakan kumpulan data dari syarat registrasi SIM card.