Rabu 14 Sep 2022 18:15 WIB

Korsel Denda Google dan Meta 100 Miliar Won

Korsel Denda Google dan Meta karena telah menghimpun informasi pribadi warga

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Foto selebaran yang disediakan oleh Meta menunjukkan logo merek perusahaan baru yang diumumkan oleh CEO Facebook Mark Zuckerberg selama Konferensi virtual Connect 2021 di Menlo Park, California, AS, 28 Oktober 2021.
Foto: EPA-EFE/META HANDOUT
Foto selebaran yang disediakan oleh Meta menunjukkan logo merek perusahaan baru yang diumumkan oleh CEO Facebook Mark Zuckerberg selama Konferensi virtual Connect 2021 di Menlo Park, California, AS, 28 Oktober 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Komisi Perlindungan Informasi Pribadi Korea Selatan (Korsel) telah menjatuhkan denda gabungan sebesar 100 miliar won kepada perusahaan Google dan Meta. Hal itu karena kedua perusahaan itu telah menghimpun informasi pribadi warga di sana tanpa persetujuan pengguna.

“Dalam rapat umum, komisi menyetujui denda masing-masing sebesar 69,2 miliar won untuk Google dan 30,8 miliar won untuk Meta. Denda menandai jumlah tertinggi yang pernah dikenakan untuk pelanggaran undang-undang perlindungan informasi pribadi,” kata kantor berita Korsel, Yonhap, dalam laporannya, Rabu (14/9/2022).

Menurut sejumlah pejabat Korsel, Google dan Meta menggunakan data yang dihimpunnya tanpa persetujuan untuk iklan daring yang dipersonalisasi serta tujuan-tujuan lainnya. Belum ada keterangan resmi dari Google dan Meta terkait kasus tersebut.

Google sudah sering menghadapi gugatan di berbagai negara, termasuk terkait kasus perlindungan data pengguna. Pada Januari lalu, misalnya, jaksa agung dari tiga negara bagian Amerika Serikat (AS) dan distrik Columbia (DC) menggugat Google atas dugaan penipuan pengumpulan data lokasi di Android. Keluhan tersebut yang didasarkan pada gugatan pada 2020 yang pertama kali diajukan oleh Jaksa Agung Arizona. Dalam gugatan itu disebutkan bahwa Google melakukan pengaturan web kompleks, mengaburkan apakah pengguna membagikan lokasi pada saat tertentu.

Selain itu, mereka menuduh Google mendorong pengguna Android melakukan taktik menyesatkan dan menipu, yakni untuk membagikan lebih banyak informasi baik secara tidak sengaja atau tidak. "Google secara keliru membuat konsumen percaya bahwa mengubah pengaturan akun dan perangkat mereka akan memungkinkan pelanggan untuk melindungi privasi mereka dan mengontrol data pribadi apa yang dapat diakses perusahaan," ujar Jaksa Agung DC, Karl Racine dalam sebuah pernyataan, 25 Januari lalu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement