Rabu 14 Sep 2022 19:34 WIB

Satu Kasus Polio Cukup Jadi Indikator Darurat

Sebelumnya, AS melaporkan kasus polio pertama di Rockland County.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nora Azizah
AS melaporkan kasus polio pertama yang dikonfirmasi pada Juli di Rockland County, sekitar 48 kilometer di utara Manhattan..
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
AS melaporkan kasus polio pertama yang dikonfirmasi pada Juli di Rockland County, sekitar 48 kilometer di utara Manhattan..

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Negara Bagian New York, Kathy Hochul, Jumat (9/9/2022) pekan lalu menyatakan darurat bencana setelah virus polio ditemukan dalam sampel air limbah di wilayah Kota New York. Otoritas kesehatan New York mulai memeriksa tanda-tanda virus dalam air limbah setelah AS melaporkan kasus polio pertama yang dikonfirmasi pada Juli di Rockland County, sekitar 48 kilometer di utara Manhattan.

Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai sudah tepat AS mengambil sikap tersebut, meskipun juga sudah sedikit terlambat. Dicky menerangkan, penemuan satu kasus lumpuh sudah menjadi indikator serius serta menjadi dasar penetapan KLB (Kejadian Luar Biasa)

Baca Juga

"Status darurat polio tepat tapi relatif terlambat. Bicara polio, satu saja kasus ada itu menjadi indikator darurat polio," terang Dicky kepada Republika.co.id, Rabu (14/9/2022).

"Karena keseriusan polio tidak bsa dibandingkan dengan aspek lainnya. Dampak dari polio itu tidak bisa kembali lagi. Artinya ada banyak kasus di balik itu yang asimptomatik, tak bergejala. Banyak yang tak merasakan apa-apa,” sambung Dicky.

Karena, jika status darurat tak ditetapkan, maka penanganannya tidak akan serius dan menularkan ke kelompok rawan yang belum mendapatkan vaksin polio saat kecil atau imunisasi dasar. “Itu prinsip paling sama dengan Covid-19. Virus polio bisa ditularkan orang yang tak bergejala,” jelasnya.

Dicky melanjutkan, Indonesia juga harus tetap waspada dengan kasus polio lantaran banyak daerah yang masih dalam kategori berisiko tinggi. "Jadi terkait polio, ini harus menjadi pengingat serius dan harus direspons juga sangat serius karena ancamannya nyata untuk Indonesia,” kata dia.

“Sebagai tambahan, terkait polio ini, oleh WHO bahkan di awal pandemi (Covid-19) 2020 sudah dimasukkan dalam kategori yang berisiko tinggi ya Indonesia. Karena hampir 50 persen kabupaten/kota dalam risiko tinggi, karena cakupan dari imuninasi dasar yang rendah,” sambungnya.

Menurut WHO ada 23 provinsi di Indonesia yang dinyatakan berisiko tinggi ditemukannya kasus polio. Oleh karena itu, pemerintah harus segera merespons hal ini dengan peningkatan imunisasi dasar, misalnya dengan menggelar pekan imunisasi nasional.

"Kita sebenarnya sudah melakukan imunisasi nasional polio berkali-kali ya, tapi tetap kurang saja. Karena thresholdnya untuk terjadinya herd immunity untuk polio, itu harus 95 persen dari total khususnya populasi,” jelas dia.

Setidaknya, lanjut Dicky, Indonesia memperoleh threshold sebanyak 90 persen dari total populasi. Termasuk, anak-anak yang perlu diberikan imuninasi dasar lengkap dan mendapatkan vaksin polio sebanyak empat kali.

“Nah ini yang harus betul-betul dikejar, karena itu berbahaya ya kalau tidak dikejar,” ucap dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement