REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Ekspor makanan dari Ukraina dan Rusia telah meningkat sejak kesepakatan Istanbul pada 22 Juli. Hanya saja ekspor pupuk yang sangat dibutuhkan dari Rusia masih turun dengan pembiayaan dan pengiriman masih menjadi masalah.
Kepala perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPB) Rebeca Grynspan mengatakan Rusia melaporkan peningkatan 12 persen dalam ekspor makanan dari Juni hingga Juli. Namun, sementara ada kemajuan penting dalam ekspor makanan, PBB mengkhawatirkan ekspor pupuk yang dibutuhkan pada Oktober dan November untuk musim tanam belahan bumi utara.
Harga pupuk sekarang tiga kali lipat dari harga sebelum pandemi Covid-19. "Krisis keterjangkauan yang kita miliki sekarang akan menjadi krisis bencana jika kita tidak menyelesaikan masalah pupuk," ujar pemimpin tim yang berusaha memfasilitasi akses global tanpa hambatan ke makanan dan pupuk Rusia.
Sebagai contoh, menurut Grynspan, musim tanam di Afrika Barat telah berakhir dan penanaman turun dengan persentase yang sangat tinggi karena biaya pupuk. Grynspan mengatakan, PBB sedang melakukan semua upaya untuk memungkinkan ekspor amonia Rusia, bahan utama pupuk, mencapai pasar dunia.
Dia diminta menanggapi pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu bahwa pupuk Rusia bisa sampai ke pelabuhan Eropa tetapi tidak ke pasar di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tapi, Grynspan mengatakan, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB melaporkan harga pangan turun secara global pada Agustus untuk bulan kelima berturut-turut.
Dia menyatakan keprihatinan penurunan ini belum terlihat di pasar domestik dan negara-negara berkembang. Wilayah itu masih berjuang dengan harga pangan yang tinggi serta inflasi, devaluasi mata uang, dan kenaikan suku bunga.
Koordinator PBB untuk kesepakatan pengiriman biji-bijian Ukraina Amir Abdulla mengatakan, 129 kapal bermuatan penuh yang membawa lebih dari 2,8 juta ton biji-bijian telah meninggalkan tiga pelabuhan Laut Hitam Ukraina yang ditunjuk untuk berbagai negara. Dengan turunnya harga biji-bijian, menurut Abdulla, PBB telah melihat orang-orang yang menimbun biji-bijian untuk dijual dengan harga tinggi di satu atau dua negara.
"Mudah-mudahan itu akan menurunkan sebagian dari harga lokal itu" katanya.
Pada 22 Juli, Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian dengan Turki dan PBB. Perjanjian tersebut membuka jalan bagi ekspor biji-bijian dan pupuk yang sangat dibutuhkan, mengakhiri kebuntuan masa perang yang mengancam ketahanan pangan di seluruh dunia. Kesepakatan itu berakhir pada November setelah 120 hari dan dapat diperpanjang.
Ukraina adalah salah satu pengekspor gandum, jagung, dan minyak bunga matahari terbesar di dunia. Namun invasi Rusia pada 24 Februari dan blokade laut di pelabuhan-pelabuhannya telah menghentikan pengiriman.
Beberapa biji-bijian Ukraina diangkut melalui Eropa dengan kereta api, jalan, dan sungai, tetapi harga komoditas vital seperti gandum dan jelai telah melonjak sebelum kesepakatan biji-bijian. Meskipun sanksi internasional terhadap Rusia tidak menargetkan ekspor makanan dan pupuk, perang telah mengganggu pengiriman produk Rusia karena perusahaan pelayaran dan asuransi tidak mau berurusan dengan Rusia.
Grynspan mengatakan ada keraguan tentang sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa. PBB juga telah memberikan klarifikasi makanan dan pupuk tidak termasuk dalam sanksi sehingga kapal dapat membawanya dengan asuransi dapat diberikan asal bank dapat melakukan transaksi dan kapal dapat pergi ke pelabuhan Eropa.