Penambangan di Sungai Progo Resahkan Warga
Rep: my42/ Red: Fernan Rahadi
Konferensi pers Mengungkap Pelanggaran Tambang Pasir Kali Progo yang digelar Forum Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi DIY, Rabu (14/9/2022). | Foto: Dinda Andrea
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lingkungan yang tercemar akibat penambangan di Sungai Progo membuat resah masyarakat. Bagaimana tidak, dampak yang terjadi ialah kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah tanah longsor.
"Apa solusi yang dilakukan pemerintah sebagai dampak buruk pertambangan ini?" ujar Ismanto salah seorang warga yang hadir dalam konferensi pers 'Mengungkap Pelanggaran Tambang Pasir Kali Progo' yang digelar Forum Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi DIY, Rabu (14/9/2022).
Persoalan penambangan di Sungai Progo telah menjadi isu sosial yang berlangsung lama. Masyarakat khawatir dengan dampak panjang penambangan ini. Sedangkan sejauh ini tidak pernah ada solusi dari pemerintah. "Jika belum ada solusi setelah ini, mengapa wilayah tambang tidak divakum atau disterilkan terlebih dahulu?," lanjut Ismanto.
Kepala Bidang Penataan, Pengkajian dan Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup (P3KLH) DLHK DIY, Ruruh Haryata, menyatakan pihaknya merasakan keresahan masyarakat. "Namun, kami juga harus mengikuti tata aturan yang berlaku untuk menangani hal tersebut," ujar Ruruh.
Ruruh menambahkan diperlukan verifikasi langsung untuk memastikan bahwa penyebab longsor adalah penambangan. Kondisi aktual di lapangan akan menjawab penyebab longsor. "Setelah itu pemerintah akan mengambil langkah yang tepat untuk wilayah tambang," katanya.
Belum ada jawaban pasti untuk solusi dari dampak buruk isu ini. "Karena suara dan bukti-bukti masyarakat selalu dibantah dari pihak dinas. Banyak pelanggaran yang tidak sesuai SOP. Namun, pihak dinas mengatakan bahwa (penambangan-Red) dapat berjalan jika ada pengubahan surat perizinan. Masyarakat bukan membutuhkan bantahan, namun solusi," ujar Aldi, perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Warga lainnya, Sutrisno, menyatakan seharusnya hari ini masyarakat sudah menemui titik terang karena sudah sejak lama masalah ini belum dituntaskan. "Namun, belum ada kepastian. Penambang harus dihentikan karena selain longsor masyarakat juga mengalami kekeringan air," katanya.
Saat ini, terdapat dua alat berat di lokasi pertambangan. Sedangkan di luar lokasi tambang terdapat tiga alat berat. Penambang bekerja Senin hingga Jumat sejak pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB.