Nadiem Ungkap Alasan 'Tunjangan Profesi Guru' Hilang di RUU Sisdiknas
Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Fernan Rahadi
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, saat berbicara di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Pendidikan (LP) Ma | Foto: istimewa/doc humas
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengatakan, emosi guru dapat dengan sangat mudah terpancing dengan membahas penghapusan tunjangan profesi. Padahal, kata dia, penghapusan frasa itu dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) diperlukan agar antrean guru yang belum mendapatkan tunjangan dapat terulur.
"Sangat mudah memancing emosi guru dengan headline tunjangan profesi dihapus," ujar Nadiem dalam diskusi yang digelar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang disiarkan secara daring, dikutip Kamis (15/9/2022).
Menurut Nadiem, frasa yang dipersoalkan itulah yang sebenarnya membuat guru-guru yang belum mendapat sertifikasi pendidikan profesi guru (PPG) tidak bisa memperoleh tunjangan. Di RUU Sisdiknas, kata dia, frasa "tunjangan profesi guru" dihilangkan dan diubah dengan pemberian tunjangan mengikuti UU ASN bagi guru ASN dan UU Ketenagakerjaan bagi guru non ASN.
"Jauh lebih mudah kita mengerti kata tunjangan profesi dihilangkan. Padahal itulah yang membuat guru tidak mendapat tunjangan," jelas Nadiem.
Nadiem menjelaskan, UU Guru dan Dosen yang ada saat ini mengunci tunjangan profesi guru dengan sertifikasi. Sertifikasi itu dikunci dengan PPG. Dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengantre PPG begitu panjang untuk dapat lulus hingga bisa memperoleh tunjangan profesi guru.
"Jadi bagi guru-guru yang sedang membela kata tunjangan profesi ketahuilah, kata-kata itulah yang mengunci Anda kenapa Anda tidak bisa mendapat tunjangan sekarang juga," kata dia.
Lebih lanjut Nadiem menyampaikan alasan mengapa terjadi antrean panjang dalam proses PPG. Dia mengatakan, hal itu terjadi karena kapasitas PPG secara nasional hanya sekitar 60-70 ribu dalam saru tahun. Hal itu, kata Nadiem, tidak mencukupi kebutuhan guru baru yang setiap tahun selalu ada.
"Ternyata ada jalannya (untuk meningkatkan kesejahteraan guru tanpa kewajiban sertifikasi), masukkan mereka, selaraskan dengan UU ASN bagi yang ASN. Yang non ASN selaraskan dengan UU ketenagaakerjaan," jelas dia.