REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengkhawatirkan, perkara obstruction of justice lebih dulu maju ke pengadilan ketimbang kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang menjerat Ferdy Sambo (FS). Hal ini dinilai bisa saja terjadi karena Ferdy dianggap masih memegang 'kartu truf'.
Azmi mengatakan, semestinya sudut pandang penyidik ataupun jaksa melihat perbuatannya yang diduga dilakukan Ferdy harus diartikan sebagai perilaku yang diarahkan hanya pada satu tujuan. Dengan pandangan demikian, dapat dipahami adanya persamaan sifat dari perbuatan yang dilakukan Ferdy.
"Yang mana karakteristik perbuatan ini harus dijadikan sebagai hal yang memberatkan pidananya, karenanya harus diadili dulu perbuatan yang ancaman pidananya yang tertinggi dalam hal ini perkara pembunuhan berencana," kata Azmi dalam keterangan yang dikutip Republika, Kamis (15/9/2022).
Azmi mengungkapkan, bila perkara obstruction of justice lebih dulu disidangkan, maka diduga bertujuan agar Ferdy dapat sanksi pidana lebih dulu. Sehingga, di kasus persidangan pembunuhan tidak dapat lagi dijatuhi pidana maksimal.
"Karena, pada pengadilan sebelumnya dalam hal ini perkara obstruction justice yang lebih dulu diajukan sudah ada pemidanaan, sehingga bisa saja nantinya FS terhindar dari pidana mati dan seumur hidup," ujar Azmi.
Jika ini terjadi ini, Azmi menilai, sebagai upaya menghindari pidana maksimum sekaligus penyeludupan hukum. Padahal sebenarnya unsur 340 KUHP dari kasus kematian Brigadir J sudah voltoid atau terjadi tindak pidana tersebut sepenuhnya.
"Yang didialektikakan dan simpang siur saat ini adalah motifnya, padahal motif tidak masuk dalam unsur," ucap Azmi.
Di sisi lain, Azmi menduga, ada alasan tersembunyi lain atau faktor lainnya dalam kasus ini bila sidang obstruction of justice terhadap Ferdy didahulukan. Sebab, menurutnya, hal ini tidak berdasarkan asas due process of law. Sehingga, dia menegaskan, bila suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum.
"Apakah adanya kekuatan tangan yang tidak terlihat (invicible hand), karena jika FS tidak dibantu dikhawatirkan ia akan bongkar-bongkar fakta yang lebih besar dan pihak- pihak lain yang ikut mendapatkan manfaat dari kinerjanya selama ini atau ada peristiwa lainnya melibatkan pihak lain yang berfungsi sebagai pengendali kontrol," ungkap Azmi.
Azmi meyakini, Ferdy sudah memperkirakan keadaan ini secara cermat. Azmi menduga, Ferdy masih berusaha menjadi 'ancaman' karena bisa mengungkap fakta. Azmi menduga. Ferdy memegang beberapa data dan alat bukti sebagai kartu andalan.
"Seolah ia (Ferdy) punya kartu truf dan karenanya pula bisa jadi ia nantinya jalani pemidanaan sampai berkekuatan hukum tetap hanya di tahanan Mako Brimob," ujar Azmi.