REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Imam Margono menegaskan, para korban kejahatan tindak pidana terorisme atau penyintas terorisme merupakan bagian dari tanggung jawab negara.
"Bentuk tanggung jawab negara dimaksud berupa bantuan medis, rehabilitasi psikososial, psikologis, santunan bagi keluarga dalam hal korban yang meninggal dunia, serta kompensasi," kata Imam Margono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Dia mengatakan hal itu saat bertemu dengan 76 penyintas atau korban bom di Poso, Tentena, dan Palu, Rabu (14/9/2022), yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Penyintas (Forsitas) Provinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan para penyintas tersebut untuk mengingatkan masyarakat agar tidak melupakan potensi ancaman terorisme.
Imam mengatakan, keberadaan Forsitas memudahkan keberlanjutan hubungan dengan BNPT. Dengan demikian, BNPT bisa lebih mudah mengkoordinasikan bantuan dari berbagai pihak kepada para penyintas atau korban.
Berdasarkan konstitusi, BNPT diberikan mandat oleh negara sebagai koordinator dalam bidang pemulihan korban tindak pidana terorisme. Mandat yang dimaksud ialah untuk berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) maupun pemangku kepentingan terkait dalam program pemulihan korban.
"Langkah tersebut merepresentasikan bahwa negara hadir bagi seluruh warga negaranya, termasuk para penyintas," jelasnya.
Keberadaan para penyintas, lanjutnya, dapat menjadi semacam pengingat bahwa potensi ancaman terorisme terus mengintai. Jika tidak ditangani dengan baik, maka terorisme akan memakan korban jiwa lain.
"Apa yang kita perlukan dalam menghadapi potensi ancaman tersebut tidak lain adalah kebersamaan," katanya.
Dia menilai apabila bangsa kuat, masyarakat berani, dan seluruh komponen bangsa bersatu menjadikan terorisme sebagai musuh bersama; maka perdamaian bangsa bisa diwujudkan.
Sementara itu, Koordinator Forsitas Provinsi Sulawesi Tengah Daniel Doeka mengatakan dengan berkumpulnya para penyintas bom tersebut merupakan sarana untuk saling berbagi pengalaman. Sebagai korban tindak pidana terorisme, penyintas bisa terus mengingatkan masyarakat bahwa ancaman terorisme adalah nyata.
"Kegiatan ini sangat informatif terutama tentang apa yang dibutuhkan. Selain itu, kami merasa sangat dihargai, bahwa negara hadir untuk kami," ujar Daniel.