Kamis 15 Sep 2022 14:41 WIB

BPS: Ekspor Turunan Nikel Melonjak Pascalarangan Ekspor Bijih Mentah

BPS mencatat sejak 2020 ekspor nikel nihil karena dilarang pemerintah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk turunan dari bijih nikel mengalami peningkatan pasca pemerintah melarang ekspor bijih mentah nikel sejak 2020 lalu. Kebijakan larangan itu menunjukkan adanya dampak positif yang diterima Indonesia.
Foto: ANTARA /Jojon
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk turunan dari bijih nikel mengalami peningkatan pasca pemerintah melarang ekspor bijih mentah nikel sejak 2020 lalu. Kebijakan larangan itu menunjukkan adanya dampak positif yang diterima Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk turunan dari bijih nikel mengalami peningkatan setelah pemerintah melarang ekspor bijih mentah nikel sejak 2020 lalu. Kebijakan larangan itu menunjukkan adanya dampak positif yang diterima Indonesia.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, menyampaikan, sejak tahun 2020 BPS mencatat ekspor bijih nikel tercatat nihil karena telah dilarang pemerintah.

"Seiring dengan pemberlakukan larangan ekspor bijih nikel, nilai ekspor komoditas turunannya meningkat signifikan sejak 2020," kata Setianto dalam konferensi pers, Kamis (15/9/2022).

BPS mencatat peningkatan terhadap dua produk turunan bijih nikel, yakni nikel dan barang daripadanya serta fetro nikel.

Sepanjang 2020 ekspor komoditas nikel dan barang daripadanya senilai 4,73 miliar dolar AS, naik dari tahun 2019 yang hanya 2,59 miliar dolar AS.

Ekspor kembali meningkat pada 2021 sebesar 7,08 miliar dolar AS dan periode Januari-Agustus 2022 telah mencapai 8,7 miliar dolar AS.

Begitu pula untuk komoditas fetronikel. Pada 2020 lalu, ekspornya tercatat 808,4 juta dolar AS, turun dari 2019 yang sebesar 813,2 juta dolar AS.

Namun memasuki 2021, nilai ekspor naik signifikan menjadi 1,28 miliar dolar AS. Selama periode Januari-Agustus 2020, ekspor fetronikel telah mencatatkan nilai hingga 3,59 miliar dolar AS.

Meski demikian, kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia saat ini tengah menghadapi kasus sengketa di WTO lantaran ditentang oleh Uni Eropa.

Indonesia memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019.

Presiden Joko Widodo menyebut kemungkinan kekalahan Indonesia dalam sengketa ekspor bijih nikel di WTO. Namun, ia menyatakan Indonesia tidak gentar jikapun mengalami kekalahan.

"Enggak perlu takut, kita ini stop ekspor nikel, kemudian dibawa ke WTO, enggak apa-apa. Dan kelihatannya juga kalah kita di WTO, enggak apa-apa," kata Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu.

Presiden menegaskan penghentian ekspor nikel menjadi semangat memperbaiki tata kelola tambang di Tanah Air. Ini menjadi momentum menghidupkan hilirisasi industri demi mendorong nilai tambah di dalam negeri.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan, telah menyiapkan mitigasi terkait kemunginan kekalahan Indonesia di WTO. "Kita sedang siapkan," ujarnya singkat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement