Kamis 15 Sep 2022 15:56 WIB

Anies Lengser, TGUPP Pun Bubar Jalan

DPRD DKI tidak akan menganggarkan lagi gaji TGUPP di APBD DKI.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bersalaman dengan anggota DPRD DKI Jakarta usai menghadiri sidang paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (13/9/2022). DPRD DKI Jakarta menggelar rapat paripurna pengumuman masa akhir kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria 30 hari sebelum masa tugas berakhir. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bersalaman dengan anggota DPRD DKI Jakarta usai menghadiri sidang paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (13/9/2022). DPRD DKI Jakarta menggelar rapat paripurna pengumuman masa akhir kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria 30 hari sebelum masa tugas berakhir. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Flori Sidebang, Antara

Anies Baswedan akan mengakhiri jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober mendatang. Bersamaan dengan lengsernya Anies, Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI juga akan hengkang dari Balai Kota DKI Jakarta.

Baca Juga

"Mulai sekarang TGUPP tidak akan saya laksanakan, dalam Banggar nanti tidak dianggarkan," kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi setelah memimpin rapat pimpinan gabungan (rapimgab) terkait usulan nama penjabat (pj) gubernur di gedung DPRD DKI di Jakarta, Selasa (13/9/2022).

Prasetio yang juga Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI itu menambahkan nantinya penjabat gubernur DKI akan banyak dibantu oleh para asisten, deputi dan sekretaris daerah.

Dia menuding, selama ada TGUPP pada zaman Anies, pembangunan Jakarta semakin kacau. “TGUPP harus hilang, itu yang buat kacau pembangunan di Jakarta,” kata Prasetyo.

Menurut Prasetio, selama hampir lima tahun terakhir, TGUPP dengan setiap idenya malah merugikan Jakarta. Dia mencontohkan, salah satu jalan di Kemang, Jakarta Selatan, yang terkenal pendek, tapi dilakukan revitalisasi trotoar yang justru memutus tali air dan membuat jalanan kian tergenang saat hujan deras.

 

“Dampaknya banjir, jadi harus rasional (kalau) membangun,” katanya. 

Prasetio membandingkan pemanfaatan TGUPP pada zaman kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan Anies yang berbeda jauh. Alih-alih memberdayakan pensiunan ASN DKI seperti era Jokowi, Anies cenderung menambah anggota TGUPP dari profesional dan menggaji dengan dana APBD.

“Lagian banyak orang pintar di (DKI) sini kok, mulai sekarang TGUPP nggak akan saya (setujui) dalam Banggar nanti, nggak akan dianggarkan,” katanya.

 

Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Gembong Warsono mengatakan, eksistensi TGUPP atau nama lain dari tim sejenis nantinya merupakan kewenangan penjabat gubernur DKI. Meski begitu, ia meminta agar penjabat gubernur DKI menggunakan alokasi anggaran untuk tim gubernur tersebut nantinya tidak lagi berasal dari APBD, melainkan dari biaya penunjang operasional gubernur.

"Jika penjabat gubernur merasa membutuhkan silakan menggunakan TGUPP atau apa istilahnya. Tapi alokasi anggaran tidak melekat di APBD, silakan anggaran yang digunakan melalui dana operasionalnya gubernur," katanya.

Saat ini, kata dia, alokasi anggaran TGUPP yang mencapai lebih dari 70 orang itu diambil dari APBD. Gembong menambahkan, besaran anggaran TGUPP pada 2018 mencapai sekitar Rp 29 miliar. Kemudian pada 2019-2021 mencapai masing-masing sekitar Rp 18,9 miliar.

Sedangkan pada 2022 mengingat masa jabatan Gubernur Anies hanya 10 bulan, yakni hingga Oktober 2022, maka besaran alokasi untuk TGUPP rencananya mencapai Rp 12,5 miliar. Sementara itu, biaya penunjang operasional penjabat gubernur, lanjut dia, sama dengan dana penunjang operasional gubernur saat ini.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000, biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di atas Rp 500 miliar, yakni paling rendah Rp 1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15 persen dari PAD.

Sebagai gambaran, PAD DKI Jakarta pada 2020 mencapai Rp 57,5 triliun dengan asumsi biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah yang digunakan adalah maksimal 0,15 persen maka dalam satu tahun mencapai Rp 86,2 miliar atau per bulan mencapai Rp 7,18 miliar.

Gembong menambahkan, komposisi besaran biaya penunjang operasional adalah 60 persen untuk gubernur dan 40 persen untuk wakil gubernur. Diperkirakan untuk kepala daerah sekitar Rp 4,31 miliar per bulan dan wakil kepala daerah sekitar Rp 2,87 miliar. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement