Kamis 15 Sep 2022 17:14 WIB

Abu-Abu Frasa 'Tunjangan Profesi Guru' di RUU Sisdiknas

Kalangan guru meminta tunjangan guru dinyatakan secara tegas di RUU Sisdiknas.

Red: Andri Saubani
Guru mengajar (ilustrasi). Kalangan guru saat ini mengkritisi RUU Sisdiknas yang tidak mencantumkan lagi frasa 'tunjangan profesi guru'.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Guru mengajar (ilustrasi). Kalangan guru saat ini mengkritisi RUU Sisdiknas yang tidak mencantumkan lagi frasa 'tunjangan profesi guru'.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro

Tunjangan profesi guru menjadi salah satu hal yang menjadi bahan perdebatan dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menilai, frasa "tunjangan profesi guru" tidak dinyatakan secara tegas dalam revisi UU Sisdiknas.

Baca Juga

"PB PGRI meminta agar tunjangan profesi guru tetap diberikan kepada guru dan dinyatakan secara tegas dalam UU Sisdiknas," ujar Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, melalui keterangannya, Kamis (15/9/2022).

Unifah mengatakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memang menyatakan secara lisan pemberian tunjangan untuk guru aparatur sipil negara (ASN) akan mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN berupa tunjangan fungsional. Namun, pihaknya menilai ketentuan itu tak tercantum secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas.

"Ketentuan ini tidak tercantum secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas. Hanya disampaikan secara lisan. Selain itu mesti disadari, tunjangan profesi berbeda dengan tunjangan fungsional yang melekat dalam jabatan atau kepangkatan seseorang," jelas dia.

Padahal, kata dia, landasan hukum tunjangan profesi guru sebelumnya sangat kuat, yakni Pasal 16 Ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam pasal itu dijelaskan, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.

Kemudian pada Pasal 16 Ayat (2) UU itu juga kembali ditegaskan, tunjangan profesi diberikan setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama.

"Karena tidak dinyatakan secara tertulis, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru apakah Kemendikbudristek bersungguh-sungguh akan memberikan tunjangan 'fungsional' untuk guru?" kata Unifah.

Unifah menilai, selama ini tidak pernah ada penjelasan dari Kemendikbudristek terkait hal itu, termasuk tidak dinyatakan secara tegas dalam UU sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru. Menurut dia, kekhawatiran itu bisa dipahami karena ketentuan yang sudah tertulis secara tegas dalam UU pun tidak dilaksanakan.

Dia juga menerangkan, PGRI sangat setuju dan berkomitmen untuk mendukung Kemendikbudristek dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru. Karena itu pendidikan profesi guru (PPG) tidak dilakukan dengan metode yang rumit, namun melihat kompetensi dan profesionalisme guru di kelas. Sertifikasi harus merupakan bagian integral dari pengembangan profesi guru.

"Guru harus terus-menerus mendapat pelatihan terstruktur yang diselenggararakan oleh lembaga khusus dan professional. Jadi untuk meningkatkan kesejahteraan guru, sudah selayaknya tunjangan profesi guru tidak dihapuskan. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas guru, sistem pembinaan profesi yang harus diperbaiki," kata dia.

Melalui kedua langkah tersebut, pihaknya berharap akan tercipta guru-guru yang sejahtera dan berkualitas sehingga akan membawa kemajuan bagi Indonesia. Patut diingat oleh pemerintah, kata dia, PGRI akan terus berjuang demi kemaslahatan guru. Sebab PGRI memiliki berbagai argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara historis, filosofis, akademis, dan empiris mengenai urgensi TPG bagi keberlangsungan profesi guru.

photo
Karikatur polemik Sisdiknas - (republika/daan yahya)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement