Kamis 15 Sep 2022 18:03 WIB

Ancaman Penurunan Imunitas Akibat Capaian Booster yang Terus Minim

Dua vaksin Covid-19 dalam negeri ditargetkan segera digunakan untuk booster.

Petugas medis menyuntikan vaksinasi COVID-19 kepada warga di salah satu Pusat Perbelanjaan, Jakarta, Ahad (4/9/2022). Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan rencana program pemberian vaksinasi COVID-19 booster jika nantinya akan menjadi vaksinasi rutin tidak menutup kemungkinan akan berbayar di tahun 2023.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Petugas medis menyuntikan vaksinasi COVID-19 kepada warga di salah satu Pusat Perbelanjaan, Jakarta, Ahad (4/9/2022). Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan rencana program pemberian vaksinasi COVID-19 booster jika nantinya akan menjadi vaksinasi rutin tidak menutup kemungkinan akan berbayar di tahun 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Cakupan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga masih jauh dari target. Berdasarkan data Kemenkes RI, capaian vaksinasi booster baru mencapai 26,46 persen atau sekitar 62.091.264 orang. Pergerakan penambahan jumlah masyarakat yang sudah vaksin hingga dosis ketiga juga tergolong sangat pelan. Padahal program booster sudah digulirkan sejak Januari 2022.

Baca Juga

“Iya booster ketiga ini masih rendah. Karena kan bagaimanapun pasti setelah 6 bulan imunitas seseorang akan turun. Saya sendiri merasakan kemarin booster telat. Makanya kalau ada kesempatan lebih baik booster lagi, toh vaksinnya ada. Nah nanti kita akan beli nih, vaksinnya,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kamis (15/9/2022).

Ia berencana membuat sebuah terobosan baru di akhir tahun ini guna mengejar cakupan vaksinasi dosis ketiga. Budi menduga besar kemungkinan imunitas akan menurun pada awal tahun 2023.

“Dugaan saya, kita akan menurun imunitasnya di awal tahun depan. Jadi itu sebabnya kita nanti booster-nya keluar ini, kita akan dorong yang belum booster ketiga akan kita kejar lagi nih di akhir tahun,” ujar Budi.

“Nanti kita akan bikin program lagi supaya lebih banyak lagi yang vaksin ketiga karena baru 60 jutaan orang kayaknya. Kita mau naikkan kalau bisa sampai 100 juta sampai akhir tahun,” sambung mantan wakil menteri BUMN tersebut.

Budi juga memastikan akan menjadikan dua vaksin produk dalam negeri produksi BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero) Indovac dan Vaksin Inavac sebagai vaksin booster di tahun ini “Kemenkes komitmennya ingin mereka maju, dan harus jadi. Jadi rencananya memang tahun ini akan jadi nih, Inavac dan Indovac. Jadi dua vaksin itu jadi tahun ini, akan kita beli dan jadikan booster,” tegas Budi.

Hingga akhir tahun ini pemerintah akan menyediakan sekitar 10 juta dosis vaksin dari berbagai sumber termasuk vaksin Indovac dan Inavac. “Kalau sampai akhir tahun tuh mungkin 100 persen tidak ya, kita paling sanggup 10 juta. Indovac juga mungkin mirip-mirip ya. Tapi kalau dari vaksin itu udah 20 juta kan lumayan. Tapi perlahan kita akan meningkatkan kapasitasnya," tuturnya.

"Tapi tergantung, ini lihatnya seperti ayam bertelur ya, kita sediakan vaksinnya dulu, ada vaksinnya terus tidak dibeli, ya sudah risiko kan. Karena ongkosnya juga mahal kan,” sambung Budi.

Lebih lanjut Budi mengatakan, untuk saat ini, kondisi pandemi di Indonesia masih terkendali meskipun sempat ada kenaikan saat varian BA.4 dan BA.5. Budi meyakini, kekebalan tubuh masyarakat Indonesia disebabkan oleh cakupan vaksinasi primer yang sudah diberikan pada tahun lalu.

Ia pun berharap masyarakat dengan sukarela dapat melakukan vaksin booster setelah 6 bulan sejak divaksin. Karena, bila tidak mendapatkan booster imun akan kembali turun.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan menilai berkurangnya gerai sentra vaksin di Indonesia menjadi salah satu penyebab utama turunnya capaian vaksinasi Covid-19 dosis ketiga. Menurutnya, saat ini ketersediaan gerai sentra vaksin berkurang dibandingkan saat program pemberian vaksin Covid-19 dosis primer pada tahun lalu.

"Saya tidak tahu persis kenapa cakupan booster ini tidak secepat vaksin primer, tapi berkurangnya sentra vaksinasi juga jadi masalah. Distribusinya tidak seluas dahulu. Dahulu di mana-mana ada. Sekarang sudah berkurang," tutur Erlina.

"Untuk vaksinasi primer Indonesia bagus, vaksin pertama 86 persen, kedua 72 persen, namun yang menjadi masalah adalah capaian untuk vaksinasi booster atau suntikan ketiga masih rendah sekitar 26 persen," ujarnya.

Ia menekankan, vaksinasi booster sangat efektif untuk melindungi seseorang, walaupun terpapar dan menjadi sakit tapi terlindungi dari keparahan. "Artinya tidak perlu dirawat dan juga tidak menimbulkan kematian," katanya.

Dokter spesialis pulmonologi dan pengobatan pernapasan (paru-paru) itu menyampaikan, rekomendasi dari 22 ahli dari Asia dan Amerika Latin yang terlibat dalam studi real world terkait vaksinasi booster menyimpulkan bahwa vaksin Covid-19 berplatform viral vector dan messenger RNA (mRNA) untuk booster menghasilkan perlindungan yang cukup tinggi terhadap keparahan penyakit dan kematian terkait Omicron. "Ada dua jenis platform yang kami review, yakni viral vector yang dikembangkan AstraZenecca dan mRNA dari Moderna dan Pfizer, ternyata kedua jenis platform itu memberikan perlindungan setara. Jadi masyarakat jangan terlalu pilih-pilih karena hasilnya setara," tuturnya

Ia mengatakan, kedua platform itu memberikan tingkat perlindungan yang tinggi sebagai booster, baik disuntikan sebagai booster homolog atau heterolog dari jenis vaksin yang diterima. "Efektivitas pada populasi umum sebesar 84,2 persen, untuk kelompok lansia 87,4 persen," paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement