Kamis 15 Sep 2022 20:36 WIB

Ketum PP PBFI: Perangi Doping Lebih Efektif dengan Sosialisasi dan Edukasi

Irwan menyatakan, doping persoalan bersama bukan hanya binaraga.

Rep: Fitriyanto/ Red: Endro Yuwanto
Ilustrasi doping dalam olahraga.
Foto: EPA/Patrick Seeger
Ilustrasi doping dalam olahraga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cabang binaraga diputuskan akan dipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 di Aceh dan Sumatra Utara. Namun Ketua Umum KONI Marcioano Norman mensyaratkan pengawasan ketat penyalahgunaan doping di cabang yang mengandalkan keindahan otot tubuh ini.

Bukan tanpa sebab Marciano menekankan pengawasan ketat doping di cabor binaraga. Pasalnya, hampir di setiap pelaksanaan PON sejak tahun 2008, ada saja atlet binaraga yang dinyatakan positif doping.

Baca Juga

Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Binaraga dan Fitnes Indonesia (PP PBFI) Irwan Alwi ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (15/9/2022) menyatakan, binaraga bukan cabang baru yang dimainkan di PON, dulu saat masih gabung dengan PABBSI sudah dipertandingkan sejak pertama kali pada PON 1970 Surabaya. Setelah itu selalu hadir di PON.

"Barulah pada PON 2008 Kalimantan Timur ada stigma binaraga ada pelanggaran doping. Empat tahun berikutnya di Riau ada dua kasus doping. Puncaknya pada PON 2016 Jawa Barat ada 8 kasus doping," ujar Irwan.

Tetapi itu semua bukan di desain, lanjut Irwan. "Itu karena adanya suplemen yang menjadi kebutuhan nutrisi untuk atlet. Namun dengan tidak cerdas atlet tanpa koordinasi menggunakan suplemen tersebut. Sehingga ada kasus doping di atas."

Irwan mengungkapkan, doping persoalan bersama bukan hanya binaraga. Lembaga antidoping dengan nama baru Indonesia Anti Doping Organisation (IADO) memberi harapan bagi binaraga. "IADO akan kawal seluruh cabor untuk intens melakukan sosialisasi dan edukasi tentang doping. Karena zat doping dalam suplemen setiap tahun dapat berubah. Kopi yang dikonsumsi berlebihan saja bisa jadi doping," kilahnya.

Menurut Irwan, sosialisasi dan edukasi yang melibatkan semua elemen, mulai dari IADO dan cabor akan lebih efektif menekan dan menghilangkan kasus doping.

"Harus dikaji komprehensif karena atlet kita hanya terkontaminasi suplemen dan itu dijual legal," kata dia mengingatkan. "Edukasi dan sosialisasi harus intensif KONI provinsi dan cabor. Karena atlet Indonesia belum secerdas atlet luar. Ketika diberi nutrisi suplemen yang baik. Atlet dapat asupan nutrisi, tanpa cek. Karena cek butuh biaya besar. Laboratorium daerah untuk cek kandungan nutrisi kena Rp 2 juta."

Sebelumnya, lanjut Irwan, hampir tidak ada sosialisasi dan edukasi dari lembaga antidoping. "Saat mau PON Papua saja kita yang inisiatif meminta dan harus keluar dana sendiri. Kita akan melakukan sosialisasi se-Jawa 17 September 2022, di Jakarta setiap pengprov PBFI akan mengirim empat wakil dua atlet dan satu pelatih dan pengurus. Saya yakin dengan IADO, ke depan akan lebih baik. Terutama dalam melakukan sosialisasi dan edukasi secara rutin dan intens."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement