Jumat 16 Sep 2022 18:51 WIB

Ini Enam Kebijakan WHO untuk Mengakhiri Pandemi

Kebijakan WHO mengakhiri pandemi menjadi panduan di seluruh dunia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nora Azizah
Kebijakan WHO mengakhiri pandemi menjadi panduan di seluruh dunia.
Foto: www.freepik.com
Kebijakan WHO mengakhiri pandemi menjadi panduan di seluruh dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril menyampaikan enam kebijakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengakhiri pandemi COVID-19. Diketahui, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, akhir dari pandemi COVID-19 kemungkinan semakin dekat. Ia pun meminta mamasyarakat di dunia harus meningkatkan upaya untuk mencegah penyebarannya lebih lanjut.

"WHO mengatakan sudah ada tanda-tanda pandemi segera berakhir dan sudah di depan mata. Kebijakan ini menjadi panduan seluruh dunia untuk bisa mempertahankannya," kata Mohammad Syahril dalam konferensi pers secara daring, Jumat (15/9/2022).

Baca Juga

Pertama, kata Syahril, terkait cakupan vaksinasi COVID-19 untuk kelompok prioritas seperti tenaga kesehatan yang harus mencapai 100 persen. Sedangkan pada kelompok lanjut usia atau lansia minimal harus memenuhi 97 persen.

Berdasarkan data terbaru cakupan vaksinasi hingga Jumat (15/9/2022) hari ini, cakupan dosis pertama mencapai 203,92 juta peserta atau 86,90 persen. Untuk cakupan dosis kedua 170,55 juta peserta atau 72,68 persen dan dosis ketiga atau booster mencapai 62.080.191 peserta atau 26,45 persen dari total keseluruhan sasaran 234,66 juta orang.

"Booster pertama ini sudah ada tiga daerah provinsi, yakni Bali, DKI Jakarta dan Riau yang sudah di atas 50 persen. Sedangkan lainnya antara 30-50 persen itu ada delapan provinsi dan selebihnya masih di bawah 30 persen," tuturnya.

Dalam kebijakannya, WHO juga menggaungkan untuk terus mengaktifkan pelacakan kasus melalui testing dan sekuensing. Termasuk, untuk gangguan respiratori lainnya seperti influenza.

Karena, untuk mengatakan selamat tinggal kepada pandemi, seluruh negara juga dituntut memiliki kesiapan sistem kesehatan. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah memberikan pelayanan pada pasien dan mengintegrasikan pelayanan COVID-19 dengan sistem pelayanan kesehatan primer di tingkat puskesmas maupun klinik.

"Semua itu untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan perawatan saat terinfeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19," ujar Syahril.

Selanjutnya, adalah persiapan negara dalam menghadapi lonjakan kasus dengan memastikan seluruh fasilitas dan tenaga kesehatan yang dibutuhkan telah tersedia. WHO juga mendorong pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cara melindungi petugas kesehatan dan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan.

Terakhir, dibutuhkannya penyampaian informasi terkait situasi COVID-19 secara jelas kepada masyarakat terkait perubahan apapun dalam kebijakan COVID-19 yang disertakan alasan. Selain itu, perlu juga ada pelatihan nakes untuk mengidentifikasi dan menyampaikan informasi tersebut dan mengembangkan informasi yang berkualitas tinggi dalam format digital.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement