Jumat 16 Sep 2022 21:53 WIB

Megawati Ogah Disebut Oposisi Saat SBY Berkuasa

Megawati lebih nyaman menggunakan kalimat PDIP tak ada di kabinet.

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyampaikan paparan saat menjadi salah satu pembicara kunci di Jeju Peace Forum 2022, For Peace and Prosperity di Jeju, Korea Selatan, Kamis (15/9/2022). Megawati mengimbau stop perang dan hentikan konflik demi kebaikan umat manusia.
Foto: ANTARA/Monang Sinaga
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyampaikan paparan saat menjadi salah satu pembicara kunci di Jeju Peace Forum 2022, For Peace and Prosperity di Jeju, Korea Selatan, Kamis (15/9/2022). Megawati mengimbau stop perang dan hentikan konflik demi kebaikan umat manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri enggan menyatakan PDIP sebagai oposisi ketika masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) silam. Saat itu, PDI Perjuangan berada sebagai pihak berseberangan dengan pemerintah.

"(Tapi itu) Ndak (tepat). Saya bilangnya apa? PDI Perjuangan, tidak ada dalam kabinet," ucapnya dari siaran pers, Jumat.

Baca Juga

Megawati berharap media massa dapat membetulkan kesalahpahaman soal istilah koalisi tersebut. Kalau tidak, itu menurut saya tidak mendewasakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Megawati, istilah 'koalisi' partai politik (parpol) tidak dilanjutkan karena mengandung kerancuan. Sistem politik yang dipakai di Indonesia, kata ia, tidak memungkinkan membuat adanya koalisi parpol, sebagaimana yang telah ia jelaskan berulang kali.

"Indonesia itu tidak memakai sistem koalisi, jadi kalau mau bilang kerja sama boleh," kata ketum PDIP itu di Seoul, Korea Selatan, sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem presidensial, sehingga berbeda dengan sejumlah negara di Barat yang memakai sistem parlementer. Di negara parlementer kepala pemerintahannya bukan seorang presiden tetapi perdana menteri.

"Sistem pemilunya itu. Kenapa saya bisa berkata begitu? Karena saya pernah waktu anggota DPR itu diundang ke Amerika, antara lain untuk melihat cara kerja sistem Amerika melaksanakan cara pemilunya," ujarnya.

Sebagai mekanisme internal parpol, menurutnya sah saja apabila ada parpol yang hendak melakukan konvensi untuk mencari calon presidennya. Namun bila disebut koalisi, ujarnya lagi, seharusnya dilakukan benar-benar dari tingkat bawah atau tingkat pengurus parpol terendah di antara partai politik yang berkoalisi.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement