REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri enggan menyatakan PDIP sebagai oposisi ketika masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) silam. Saat itu, PDI Perjuangan berada sebagai pihak berseberangan dengan pemerintah.
"(Tapi itu) Ndak (tepat). Saya bilangnya apa? PDI Perjuangan, tidak ada dalam kabinet," ucapnya dari siaran pers, Jumat.
Megawati berharap media massa dapat membetulkan kesalahpahaman soal istilah koalisi tersebut. Kalau tidak, itu menurut saya tidak mendewasakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Megawati, istilah 'koalisi' partai politik (parpol) tidak dilanjutkan karena mengandung kerancuan. Sistem politik yang dipakai di Indonesia, kata ia, tidak memungkinkan membuat adanya koalisi parpol, sebagaimana yang telah ia jelaskan berulang kali.
"Indonesia itu tidak memakai sistem koalisi, jadi kalau mau bilang kerja sama boleh," kata ketum PDIP itu di Seoul, Korea Selatan, sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem presidensial, sehingga berbeda dengan sejumlah negara di Barat yang memakai sistem parlementer. Di negara parlementer kepala pemerintahannya bukan seorang presiden tetapi perdana menteri.
"Sistem pemilunya itu. Kenapa saya bisa berkata begitu? Karena saya pernah waktu anggota DPR itu diundang ke Amerika, antara lain untuk melihat cara kerja sistem Amerika melaksanakan cara pemilunya," ujarnya.
Sebagai mekanisme internal parpol, menurutnya sah saja apabila ada parpol yang hendak melakukan konvensi untuk mencari calon presidennya. Namun bila disebut koalisi, ujarnya lagi, seharusnya dilakukan benar-benar dari tingkat bawah atau tingkat pengurus parpol terendah di antara partai politik yang berkoalisi.