Sabtu 17 Sep 2022 07:34 WIB

Risiko Alzheimer Meningkat pada Pasien Covid-19 Lansia di Atas 65 Tahun

Risiko Alzheimer tertinggi bisa terjadi pada lansia wanita berusia 85 tahun.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Alzheimer's Disease, para peneliti melaporkan bahwa orang berusia 65 tahun ke atas yang tertular Covid-19 lebih rentan terkena penyakit Alzheimer.
Foto: www.freepik.com.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Alzheimer's Disease, para peneliti melaporkan bahwa orang berusia 65 tahun ke atas yang tertular Covid-19 lebih rentan terkena penyakit Alzheimer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Alzheimer's Disease, para peneliti melaporkan bahwa orang berusia 65 tahun ke atas yang tertular Covid-19 lebih rentan terkena penyakit Alzheimer. Risiko tertinggi diamati pada wanita berusia minimal 85 tahun.

Temuan menunjukkan risiko mengembangkan penyakit Alzheimer pada orang tua hampir dua kali lipat (0,35 persen menjadi 0,68 persen) selama periode satu tahun setelah infeksi Covid-19. Para peneliti mengatakan tidak jelas apakah Covid-19 memicu perkembangan baru penyakit Alzheimer atau mempercepat kemunculannya.

Baca Juga

“Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan penyakit Alzheimer kurang dipahami, tetapi dua bagian yang dianggap penting adalah infeksi sebelumnya, terutama infeksi virus, dan peradangan,” kata pemilik gelar Distinguished University Professor, Pamela Davis dilansir Neuro Science News, Sabtu (17/9/2022).

Karena infeksi SARS-CoV2 telah dikaitkan dengan kelainan sistem saraf pusat, termasuk peradangan, Davis mengatakan peneliti ingin menguji apakah Covid-19 dapat menyebabkan peningkatan diagnosis, bahkan dalam jangka pendek. Tim peneliti menganalisis catatan kesehatan elektronik anonim dari 6,2 juta orang dewasa berusia 65 tahun ke atas di Amerika Serikat yang menerima perawatan medis antara Februari 2020 hingga Mei 2021, dan tidak memiliki diagnosis penyakit Alzheimer sebelumnya.

Peneliti membagi populasi ini menjadi dua kelompok, yaitu satu terdiri dari orang-orang yang tertular Covid-19 selama periode itu, dan yang lainnya dengan orang-orang yang tidak memiliki kasus Covid-19 yang terdokumentasi. Lebih dari 400 ribu orang terdaftar dalam kelompok studi Covid-19, sementara 5,8 juta berada di kelompok yang tidak terinfeksi.

“Kini, begitu banyak orang di AS yang terkena Covid-19 dan konsekuensi jangka panjang dari Covid-19 masih muncul. Penting untuk terus memantau dampak penyakit ini pada kecacatan di masa depan,” ujar Davis.

Penulis koresponden studi tersebut, profesor Biomedical Informatics di School of Medicine dan direktur Center for AI in Drug Discovery, Rong Xu mengatakan, tim berencana untuk terus mempelajari efek Covid-19 pada penyakit Alzheimer dan gangguan neurodegeneratif lainnya. Studi terkait Covid-19 sebelumnya yang dipimpin oleh CWRU telah menemukan bahwa orang dengan demensia dua kali lebih mungkin tertular Covid-19, mereka yang memiliki gangguan penyalahgunaan zat lebih mungkin tertular Covid-19, dan 5 persen orang yang menggunakan Paxlovid untuk pengobatan gejala Covid-19 mengalami infeksi berulang dalam sebulan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement