REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyayangkan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak perempuan Sekolah Dasar (SD) berusia 10 tahun yang dilakukan oleh oknum laki-laki tidak dikenal di Ciputat, Tangerang Selatan. Peristiwa itu terjadi pada Ahad (11/9) di halaman rumah korban.
"Rumah yang seharusnya merupakan tempat aman bagi anak ternyata justru menjadi tempat terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum laki-laki tidak dikenal," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar dalam keterangan pers pada Jumat (16/9).
KemenPPPA mengungkapkan kasus kekerasan seksual yang menimpa korban bermula dari cerita korban kepada orang tuanya di hari yang sama dengan kejadian. Dengan panik, orang tua korban segera membawa korban ke Rumah Sakit (RS) Sari Asih Ciputat.
"Namun, dikarenakan RS Sari Asih Ciputat tidak tersedia dokter forensik, pihak rumah sakit merujuk orang tua korban untuk segera membuat laporan di Polres Tangerang Selatan," ujar Nahar.
Pada pagi keesokan harinya, 12 September 2022, keluarga korban mendatangi Polres Tangerang Selatan dengan tujuan membuat laporan. Korban lantas dibawa oleh pihak kepolisian ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan untuk dilakukan proses visum et repertum.
"Hasil visum menunjukkan luka yang dialami korban cukup parah sehingga korban harus dirawat di RSUD Tangerang Selatan," ucap Nahar.
Setelah mendapati kabar bahwa korban sudah pulang, pada 14 September 2022, tim dari UPTD P2TP2A beserta Mitra Psikolog UPTD P2TP2A, dan Kepala Bidang PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang mendatangi kediaman korban dengan tujuan untuk memastikan kondisi korban serta membantu pemulihan trauma psikis yang dialami korban paska kejadian tersebut.
Sebelumnya, pihak dari sekolah korban pun terlebih dahulu sudah mengunjungi kediaman korban dan menyarankan kepada orang tua korban untuk mengutamakan kondisi kesehatan korban sebelum kembali aktif bersekolah.
"Untuk saat ini, kondisi korban cukup stabil, tidak ada ketakutan yang muncul pada saat melihat orang, dan juga sudah kembali ceria juga mau bermain. Kedua orang tua korban pun sudah menerima kejadian tersebut dengan lapang dada dan cukup tegar,” tutur Nahar.
Nahar menambahkan, berdasarkan catatan dari psikolog yang ikut serta mendampingi kasus tersebut, jika nanti muncul gejala trauma pada korban, seperti kurang konsentrasi, emosi, dan menempel kepada orang tua, maka orang tua harus memahami dan memakluminya.
Orang tua korban diharapkan tidak menahan-nahan emosi korban, lebih terbuka dengan korban melalui diskusi tentang apa yang dirasakan oleh korban juga bagaimana cara menanggulangi emosinya.
"KPPPA akan terus memantau perkembangan kasus tersebut juga menyediakan pendampingan kepada korban dan keluarga baik itu dari kebutuhan fisik, psikis, maupun bantuan layanan hukum," ucap Nahar.