Ahad 18 Sep 2022 00:01 WIB

Ini Kata Pengajar Kriminologi UI Soal Polisi Salah Tangkap Peretas Bjorka

Ada kesan kejahatan Bjorka disamakan dengan kejahatan siber biasa.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Agus Yulianto
Mohamad Agung Hidayatulloh, tersangka kasus peretasan oleh Bjorka telah dipulangkan oleh Polres Madiun dan wajib lapor dua kali dalam seminggu.
Foto: Antara
Mohamad Agung Hidayatulloh, tersangka kasus peretasan oleh Bjorka telah dipulangkan oleh Polres Madiun dan wajib lapor dua kali dalam seminggu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi menilai, polisi yang salah tangkap pemuda di Madiun, Jawa Timur, karena diduga peretas Bjorka adalah langkah yang tidak profesional. Ini menunjukkan data yang diperoleh dangkal.

"Itu satu bentuk ketidakprofesionalan polisi dalam menangkap terduga yang ternyata penjual es. Ini sekali lagi menunjukkan ketidakprofesionalan polri dalam melakukan penyelidikan terhadap Bjorka," ujar Arthur saat dihubungi Republika, Sabtu (17/9/2022).

Artinya, dia menambahkan, data yang diperoleh polri masih sumir atau dangkal. Pria yang juga Ketua Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Peminatan Kajian Stratejik Intelijen SKSG UI ini menambahkan, persoalan terkait Bjorka adalah kejahatan siber yang tidak bisa disamakan dengan kejahatan di jalanan seperti pada umumnya. Sehingga, dia melanjutkan, ini memerlukan pengumpulan data yang cukup akurat. 

Menurutnya, kalau Bjorka memang profesional, ia tak mungkin memuculkan identitasnya karena pelaku model seperti ini biasanya anonim dan dia punya murid atau pengikut. Pengikut inilah yang mungkin melakukan tindakan tersebut dan terdeteksi aparat hukum.  

"Dugaan saya, ini pengikut secara dalam jaringan (daring) yang berguru dan tertangkap. Mungkin saja mereka ikut-ikutan karena kalau memang betul, saya yakin Bjorka sangat berpengalaman di bidang teknologi informasi (TI) dan perlengkapannya lengkap," katanya.

Sementara itu, dia melanjutkan, MAH tak mungkin menjadi pelaku karena dia tak punya komputer. Menurutnya, yang dilakukan polisi karena mendapatkan informasi yang salah alias miss informasi. Kemudian, polisi akhirnya bisa jadi hanya menahan pengikutnya atau orang yang salah. 

"Oleh karena itu, harus dipelajari terkait dunia siber atau akses tanpa izin yang dilakukan Bjorka ini karena dia kelihatan profesional. Tidak bisa menggunakan model penyelidikan seperti kejahatan jalanan," ujarnya.

Sebab, Arthur menangkap kesan kejahatan Bjorka disamakan dengan kejahatan siber biasa. Padahal, data petinggi negara dan dipublikasi ke publik melalui media. "Jadi, jangan menganggap remeh (kasus Bjorka) karena bisa menjadi terlihat tak profesional," katanya.

Sebenarnya Arthur mengaku mengenal beberapa profesional kepolisian di bagian kejahatan siber dan mereka adalah ahli mengungkap kasus besar. Arthur menduga, kasus ini tidak ditangani kelompok profesional ini. Selain itu, mungkin data yang diperoleh masih mentah atau belum final tetapi sudah ditangkap. Oleh karena itu, ia meminta pengumpulan data atau informasi harus lebih matang dan dikoordinasikan dengan profesional yang ada di dalam Polri karena mereka telah mengungkap beberapa kasus kejahatan siber sebelumnya. 

Sebelumnya, MAH (21 tahun) pemuda di Madiun yang ditangkap polisi karena diduga hacker Bjorka ternyata anak buruh tani.

Sehari-harinya dia berjualan es di Pasar Pintu Dungus untuk membantu orangtua. Ibu MAH, Prihatin (48) terkejut saat mengetahui anak laki-lakinya itu ditangkap polisi.

Anaknya ditangkap di kediamannya di Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur pada Rabu (14/9/2022) malam.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement