Ahad 18 Sep 2022 08:52 WIB

Kisah Penyanderaan oleh Bangsa Jin Itu Nyata, Pernah Menimpa Sahabat Nabi

Bangsa jin juga memiliki kemampuan untuk menangkap manusia.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi dunia jin. Bangsa jin juga memiliki kemampuan untuk menangkap manusia
Foto: Pixabay
Ilustrasi dunia jin. Bangsa jin juga memiliki kemampuan untuk menangkap manusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persinggungan manusia dengan makhluk di dunia lain (bangsa jin) memang bukan sekadar mitos. Bahkan, dalam sejarah Islam pernah terjadi peristiwa penyanderaan manusia selama empat tahun.  

Kejadian ini pun diceritakan istri korban kepada sahabat Nabi Muhammad SAW Umar bin Khattab, radhiyallahu ‘anhu.  

Baca Juga

Dikutip dari Buku Aneh dan Lucu, 100 Kisah Menarik Penuh Ibrah karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, alkisah, dahulu ada seorang sahabat Anshar pergi untuk sholat Isya lalu disandera jin sehingga tidak diketahui kabarnya. Kemudian istrinya datang kepada Umar bin Khaththab. 

Umar lalu keluar bertanya kepada kaumnya dan mereka menjawab, “Benar, dia keluar untuk sholat Isya kemudian menghilang.” Umar kemudian memerintahkan kepada sang istri agar menunggu selama empat tahun. 

Tatkala empat tahun telah berlalu, si istri datang kepada Umar lagi, lalu Umar membolehkannya untuk menikah dengan lelaki lain setelah menjalani masa iddah.

Setelah menikah dengan pria lain, suami pertamanya datang dan menuntut Umar, maka Umar mengatakan kepadanya, “Seorang di antara kalian pergi menghilang dalam waktu yang sangat lama sehingga istrinya tidak tahu apakah dia masih hidup ataukah tidak.”

Baca juga: Hina Ceramah Ning Imaz, Bisakah Eko Kuntadhi Dipidanakan? Ini Jawaban Praktisi Hukum

Pria itu menjawab, “Saya memiliki udzur, wahai Amirulmukminin.” Umar bertanya, “Lantas apa udzurmu?” Dia menjawab, “Ketika saya keluar rumah untuk menunaikan shplat Isya’, tiba-tiba para jin menyandera saya sehingga saya pun tinggal bersama mereka, kemudian mereka diserang oleh para jin Muslim dan menawan beberapa tawanan termasuk saya, lalu mereka mengatakan, ‘Kami melihatmu adalah seorang Muslim sehingga tidak boleh bagi kami untuk menawanmu.’ Lalu mereka memberi saya pilihan antara tetap tinggal di sana atau pulang ke keluarga saya, saya pun memilih pulang ke keluarga saya di Madinah dan tadi pagi saya telah sampai di kota ini. Begitu ceritanya.”

Setelah mendengarkan kisahnya maka Umar memberikan pilihan kepadanya antara kembali kepada istrinya lagi dan antara mengambil maharnya.

Pria itu mengatakan, “Saya tidak butuh lagi kepada istri saya karena dia sekarang sudah hamil dari suaminya.” Kisah ini sebagaimana diriwayatkan Imam al-Baihaqi dalam Sunan Kubra)

Di antara fiqih (pemahaman) atsar ini adalah bahwa jika ada seorang istri ditinggal pergi oleh suaminya sehingga tidak ada berita tentangnya, apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia, maka dia menunggu selama empat tahun kemudian memulai masa iddah empat bulan sepuluh hari, lalu boleh setelah itu untuk menikah dengan pria lain. 

Dan ada pendapat lain yang cukup kuat bahwa masa menunggu wanita yang ditinggal hilang suaminya diserahkan kepada keputusan pemimpin (pengadilan agama).   

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement