REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Polisi Iran menembakkan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa di barat negara itu pada Sabtu (17/9/2022). Orang-orang berkumpul upacara pemakaman seorang perempuan muda yang meninggal saat dalam tahanan polisi di Teheran awal pekan ini.
Polisi mengatakan bahwa Mahsa Amini yang berusia 22 tahun telah meninggal karena serangan jantung. Dia ditahan pada 13 September setelah polisi moral Iran menemukan kesalahan dengan jilbabnya.
Kantor berita semi-resmi pemerintah Iran Fars melaporkan, polisi juga telah merilis rekaman area tertutup dari kantor polisi, yang menurut mereka menunjukkan saat Amini pingsan. Rumah sakit Kasra di Teheran, tempat polisi membawa Amini setelah dia pingsan dan koma, mengatakan, dia dibawa masuk tanpa tanda-tanda vital. Namun, seorang kerabat mengatakan dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
Setelah pemakaman Amini di kota Saqez, sekitar 460 kilometer barat ibukota, Teheran, beberapa pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung gubernur. Mereka meneriakkan slogan-slogan. Kemudian polisi muncul dan menembakkan gas air mata, para pengunjuk rasa membubarkan diri.
Video yang diposting di media sosial menunjukkan pengunjuk rasa di Saqez meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah. Hanya saja Associated Press tidak dapat mengotentikasi video atau mengkonfirmasi lokasi dalam rekaman tersebut.
Kematian Amini memicu kecaman terhadap polisi moral dari selebritas dan tokoh terkemuka di media sosial. Pengadilan Iran meluncurkan penyelidikan atas kematiannya.
Jilbab telah menjadi kewajiban bagi perempuan di Iran sejak setelah Revolusi Islam 1979 dan anggota polisi moral menegakkan aturan berpakaian yang ketat. Pasukan tersebut telah dikritik dalam beberapa tahun terakhir atas perlakuannya terhadap orang-orang, terutama perempuan muda. Video yang diunggah di media sosial menunjukkan petugas memaksa perempuan masuk ke kendaraan polisi.
Sejak 2017, setelah puluhan perempuan secara terbuka melepas jilbab mereka dalam gelombang protes, pihak berwenang telah mengambil tindakan lebih keras. Namun, partai politik reformis Etemad Melli mendesak parlemen Iran untuk membatalkan undang-undang tentang kewajiban berjilbab dan menyarankan Presiden Ebrahim Raisi untuk menghapus polisi moralitas.