REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Untuk membongkar kasus impor garam yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejakgung), sangat dibutuhkan kerja sama dari Kementerian Perdagangan. Diharapkan kementerian membantu agar kasus ini menjadi terang benderang.
Hal ini disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad. Ia mengapresiasi temuan dugaan korupsi impor garam yang ditangani oleh Kejakgung.
“(Kemendag harus) Mendukung proses hukum agar perkaranya menjadi terang benderang, tentunya dengan tetap berpedoman pada azas praduga tidak bersalah,” kata Suparji dalam keterangan.
Dijelaskannya, penindakan kasus kdugaan korupsi impor garam ini dapat melindungi perekonomian petani garam dan UMKM. Karena itu, Suparji juga berharap Kementerian Perdagangan bisa bersama-sama dengan Kejakgung untuk mengungkap kasus tersebut.
Penanganan perkara garam dilakukan karena adanya indikasi kebocoran garam impor industri. Kuota impor garam ditetapkan melebihi kebutuhan. Selanjutnya beberapa importir garam mengemas garam impor untuk industri tersebut menjadi garam konsumsi. Setelah itu garam di pasarkan di dalam negeri dengan harga lebih murah dari garam konsumsi produksi dalam negeri.
"Perbuatan menetapkan kuota impor garam melebihi kebutuhan dan menjual garam impor untuk konsumsi, mengakibatkan kerugian perekonomian negara yaitu terganggunya UMKM dan perusahaan garam dalam negeri, selain itu mengganggu perlindungan petani garam,” papar Suparji.
Dalam perkara dugaan korupsi impor garam, Kejakgung telah memeriksa FTT, BAK, dan WS, selaku pengurus Asosiasi Industri Penggunaan Garam Indonesia. Mereka diperiksa sebagai saksi.
Kejakgung juga telah memeriksa Kepala Pusat Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Peridustrian (Sekjen Kemenperin), Wulan Aprilinati Permatasari (WAP), dan Kasubdit Industri Kimia Hulu di Kemenperin Yosi Arfianto (YYA).
Kasus ini dimulai pada 2018, saat Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri kepada 21 perusahaan importir swasta. Tiga perusahaan dari 21 perusahaan itu, diduga menyalahgunakan persetujuan impor yakni PT MTS, PT SM, dan PT UI.