Senin 19 Sep 2022 14:38 WIB

Aturan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Digugat ke MA

Gugatan ini perlu dilakukan setelah menangkap keeresahan masyarakat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
LBH Pelita Umat mengajukan uji materiil aturan terkait kenaikan harga BBM bersubsidi ke Mahkamah Agung pada Senin (19/9).
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
LBH Pelita Umat mengajukan uji materiil aturan terkait kenaikan harga BBM bersubsidi ke Mahkamah Agung pada Senin (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat menggugat aturan yang membuat harga BBM bersubsidi mengalami kenaikan ke Mahkamah Agung (MA) pada Senin (19/9/2022). Gugatan ini dinilai penting oleh LBH Pelita Umat karena harga BBM berpengaruh besar terhadap harga barang lainnya.

Rinciannya, LBH Pelita Umat melakukan uji materiil keputusan Menteri ESDM Nomor 218.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan. Aturan itulah yang membuat harga bensin RON 90 merek Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter.  

Baca Juga

Sedangkan harga BBM solar bersubsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter serta penyesuaian harga jenis BBM non subsidi jenis pertamax series yang berlaku sejak Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB untuk setiap liter.

"Jadi kenaikan BBM ini kami ajukan uji materil dengan batu ujinya UU energi dan UU migas bahwa disana ada pasal yang menegaskan diantaranya pasal 3 bahwa pada pokoknya mesti ada upaya untuk meningkatkan masyarakat tidak mampu ini untuk mendapatkan akses terhadap energi dengan tujuan untuk mendapat kesejahteraan dan kemakmuran," kata Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan kepada wartawan usai mendaftarkan gugatannya, Senin (19/9/2022).

Chandra menjelaskan kenaikan BBM bersubsidi diajukan uji materil dengan batu ujinya UU energi dan UU Migas. Sebab dampak kenaikan BBM mempengaruhi akses masyarakat terhadap bahan bakar.

"Kalau dia aksesnya berat otomatis dia tidak mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi dirinya. Misalnya nelayan, ojek pangkalan, atau ojol. Nah kita pakai batu uji tersebut dengan harapan bahwa MA dapat rasakan keluh kesah dari masyarakat ini dan mudah-mudahan MA batalkan kebijakan pemerintah kenaikan harga BBM," ujar Chandra.

LBH Pelita Umat menjadi yang pertama menggugat harga kenaikan BBM bersubsidi ke MA. Chandra menyampaikan gugatan perlu dilakukan setelah menangkap keresahan masyarakat.

LBH Pelita Umat pun mendapatkan kuasa dari tukang ojek. Para tukang ojek itu menyampaikan keluh kesahnya terkait kenaikan harga BBM. Diantaranya soal melonjaknya harga kebutuhan pokok dan sulitnya mencari penumpang.

"Kami melihat kenaikan BBM ini dampaknya sangat terasa oleh masyarakat. Jadi masyarakat yang merasa terdampak akhirnya kami bantu untuk lakukan gugatan. Mudah-mudahan MA menanggapi. Kalau hasilnya kita serahkan nanti," ujar Chandra.

Di sisi lain, Chandra mengungkapkan turut dilampirkannya gugatan provisiional agar BBM tidak naik hingga gugatan itu diputuskan. Hanya saja terkait dikabulkan atau tidaknya menjadi wewenang MA.

"Yang jelas permintaaan itu sudah kita ajukan untuk ditunda segala macam begitu sampai menunggu putusan, tapi kita tidak tahu ya hasilnya ya," kata Chandra.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement