REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Flori Sidebang
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkap, dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe tidak hanya berupa gratifikasi bernilai Rp 1 miliar. Dugaan korupsinya mencapai ratusan miliar rupiah.
"Saya sampaikan bahwa dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian menjadi tersangka, bukan hanya gratifikasi Rp 1 miliar. Ada laporan dari PPATK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar," kata Mahfud, saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Dugaan tersebut, lanjut dia, ditemukan dalam 12 hasil analisis yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di samping itu, lanjut Mahfud, PPATK saat juga sudah memblokir atau membekukan rekening Enembe sebesar Rp 71 miliar. Ia menambahkan ada pula kasus korupsi lainnya yang diduga terkait dengan kasus Enembe ini, seperti tentang dana operasional pimpinan, pengelolaan PON, dan pencucian uang.
Mahfud MD menambahkan kasus dugaan korupsi Enembe bukan rekayasa politik. "Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik. (Kasus ini) Tidak ada kaitannya dengan parpol (partai politik) atau pejabat tertentu, tetapi merupakan temuan dan fakta hukum," kata Mahfud.
Kasus Lukas Enembe telah diselidiki Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan PPATK jauh sebelum mendekati tahun politik 2024 seperti sekarang. Bahkan, lanjut Mahfud, dia pada 19 Mei tahun 2021 telah mengumumkan adanya 10 korupsi besar di Papua yang di dalamnya termasuk kasus Lukas Enembe.
"Sejak itu, saya mencatat setiap tokoh Papua datang ke sini (Jakarta), baik tokoh pemuda, agama, maupun adat, itu selalu tanya kenapa didiamkan, kapan pemerintah bertindak, kok sudah mengeluarkan daftar 10 tidak ditindak," kata Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud mengimbau agar Lukas Enembe segera memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan oleh KPK. "Menurut saya, jika dipanggil KPK datang saja. Kalau tidak cukup bukti, kami jamin dilepas dan dihentikan. Tapi, kalau cukup bukti harus bertanggung jawab karena kita bersepakat membangun Papua bersih dan damai sebagai bagian dari program pembangunan NKRI," jelas Mahfud.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan, sudah melakukan pembekuan atau penghentian transaksi keuangan terkait kasus Enembe dilakukan pada 11 penyedia jasa layanan keuangan, seperti asuransi dan bank. Ia pun mengatakan, mayoritas transaksi keuangan dilakukan oleh anak Enembe.
Lalu, Yustiavandana juga menyampaikan, 12 hasil analisis dari pihaknya itu telah diselidiki sejak 2017 dengan beragam variasi kasus. Di antaranya, setoran tunai dan setoran melalui pihak-pihak lain yang jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah.
"Sebagai contoh, salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar AS atau Rp 560 miliar. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu, bahkan ada dalam periode pendek, setoran tunai itu dilakukan dengan nilai fantastis, 5 juta dolar," ucap dia
Selain itu, tambah dia, PPATK juga menemukan adanya pembelian perhiasan berupa jam tangan dari setoran tunai tersebut, sebesar 55 ribu dolar AS.
"PPATK juga mendapatkan informasi, bekerja sama dengan negara lain, ditemukan ada aktivitas perjudian di dua negara berbeda dan itu juga sudah kami analisis sampaikan kepada KPK," ucap dia.