REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan Taiwan "bangga" dengan upayanya membantu Ukraina saat negara itu berjuang membela diri dan usaha tersebut harus dilanjutkan. Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers di New York.
Ukraina mendapat banyak simpati dari Taiwan yang banyak pihak menilai memiliki situasi yang sama. Pemerintah Taiwan mengatakan mereka menghadapi ancaman dari China yang menganggap pulau itu bagian dari wilayahnya.
Taiwan menyumbangkan bantuan kemanusian untuk Ukraina sebesar 30 juta dolar AS yang sebagian besar dikumpulkan dari donasi masyarakat. Pulau itu juga bergabung dengan negara-negara Barat dalam memberikan sanksi pada Rusia setelah invasi ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
"Saat kami menyaksikan pembantaian dalam invasi Rusia, Taiwan dengan bangga untuk ikut berperan dalam upaya membantu rakyat Ukraina dalam perjuangan mereka membela negeri dan kebebasan, kami harus melanjutkan upaya itu," kata Tsai dalam rekaman pidato yang disampaikan dari kantornya dan diputar di Concordia Summit, Senin (19/9/2022).
Ia menambahkan ancaman agresif yang Taiwan terima dari Chhina juga meningkat. "Kami harus mendidik diri kami sendiri pada buku panduan otoritarian dan memahami demokrasi Taiwan tidak hanya akan sesuatu yang ingin RRC (Republik Rakyat China) padamkan," kata Tsai.
"Mengamankan demokrasi Taiwan sangat penting dalam mengamankan kebebasan dan hak asasi manusia untuk masa depan bersama kita," katanya.
Concordia Summit digelar di saat bersamaan dengan Majelis Umum PBB di New York. Taiwan bukan anggota PBB karena penolakan dari China yang menilai pulau demokratis itu bagian dari provinsinya sehingga tidak memiliki hak untuk menjadi negara.
Pemerintah Taiwan dengan tegas menolak klaim kedaulatan China dan ingin mengajukan keanggotaan di PBB.
"Dengan masuknya Taiwan ke sistem PBB, saya yakin kami dapat bekerja lebih dekat lagi dalam menghadapi tantangan di masa depan dan mengamankan ketertiban internasional berdasarkan peraturan," kata Tsai.
Taiwan duduk di kursi PBB dengan nama resmi Republik China sampai tahun 1971. Kemudian digantikan dengan Republik Rakyat China. Pemerintah Republik China melarikan diri ke Taiwan setelah kalah dari komunis Mao Zedong dalam perang saudara tahun 1949.