REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL - Petani tembakau di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pendampingan pemerintah setempat mengembangkan tanaman tembakau varietas grompol seluas 40 hektare sebagai bahan baku cerutu. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Bantul Joko Waluyo mengatakan mulai tahun ini petani tembakau di wilayah Bantul menjalin kerja sama dengan perusahaan cerutu milik Pemda DIY dalam pengembangan tanaman tembakau jenis grompol.
"Kita sudah kontrak kemitraan seluas 40 hektare tembakau yang ada di Bantul tersebar di kecamatan Piyungan, Dlingo, Pleret, Imogiri, dan Pundong dengan jenis tembakau grompol, salah satu jenis tembakau untuk bahan baku cerutu," katanya, Selasa (20/9/2022).
Joko mengatakan pengembangan tanaman tembakau grompol di beberapa kecamatan Bantul itu sudah dimulai beberapa waktu lalu. Bahkan sudah ada tanaman yang siap panen yaitu di wilayah Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri seluas 10 hektare.
"Kalau luas tembakau di seluruh Kabupaten Bantul sekitar 210 hektare, tetapi yang kerja sama dengan pola kemitraan baru 40 hektare. Harapan kami ke depan nanti bisa tambah lagi untuk tahun-tahun ke depan," ujarnya.
Apalagi dalam pola kemitraan itu, petani mendapatkan bibit gratis dan ketika masa panen langsung mendapat pembayaran dari pihak perusahaan. Petani akan menerima harga jual Rp 2.000 per kilogramnya untuk tembakau basah.
"Jadi petik timbang langsung bayar. Ini baru awal, mungkin tahun depan setelah menikmati hasilnya bisa diperluas lagi. Ini bibitnya gratis, petani mendapat pinjaman pupuk tanpa bunga per hektare Rp 2,5 juta. Mulai tanam tiga bulan lalu, minggu kemarin sudah panen," katanya.
Menurut Joko lahan tembakau di wilayah Bantul juga berpotensi bisa diperluas lagi. Seperti di wilayah Desa Selopamioro yang baru seluas 10 hektare, padahal potensinya bisa 25 hektare, sehingga harapannya ke depan lahan bisa dioptimalkan.
"Memang baru beberapa kelompok petani yang mengikuti kemitraan, seperti di Selopamioro baru 10 hektare. Padahal luas tanaman tembakau mungkin lebih dari 25 hektare, jadi baru pertama kali, tapi kami lihat ke depan akan lebih banyak lagi petani yang akan minat pola kemitraan ini," katanya.