REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebanyak enam dari 42 pesanan Rafale dalam kontrak yang ditandatangani oleh Kementerian Pertahan (Kemenhan) pada Februari 2022, mulai berlaku, menurut sumber La Tribune pada Selasa (20/9/2022). Berarti kontrak pembelian enam unit jet Rafale sudah diaktifkan. Artinya, cicilan pertama sudah dibayarkan pemerintah Indonesia ke Dassault Aviation.
Mengapa hanya enam dari 42 pesawat yang dibayarkan? Kontrak Rafale yang dibuat pemerintah Indonesia dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama pembayaran enam unit Rafale sekitar 1,3 miliar dolar AS, yang diikuti kontrak 36 pesawat dengan anggaran belum tersedia. Meski begitu, kontrak harga Rafale dimasukkan ke pesanan keseluruhan 42 pesawat.
Republika sudah mengonfirmasi masalah pembayaran itu kepada salah satu pejabat tinggi Kemenhan, ia pun membenarkan hal itu. "Sudah dibayar cicilan pertama," ucapnya.
Dengan begitu, Indonesia resmi menjadi negara pengekspor Rafale ketujuh di dunia. Daftar pelanggan Rafale internasional untuk pesawat yang digosipkan tidak laku tersebut terus bertambah, yaitu Mesir (55 pesawat), Qatar (36), India (36), Yunani (18), Kroasia (12), Uni Emirat Arab (80), dan sekarang Indonesia (enam dari 42 unit). Dassault Aviation berharap, kemungkinan pesanan baru datang pada akhir tahun, dari Serbia dan India.
"Kami telah setuju untuk membeli 42 Rafale" dengan "kontrak yang ditandatangani untuk enam yang pertama," kata Menteri Pertahanan Prabowo Subianto seusai upacara penandatanganan kontrak dengan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly di Jakarta pada Februari lalu.
Pembayaran deposit yang dilakukan Indonesia mengakhiri ketidakpastian tentang tatanan, karena konteks politik yang rumit di Indonesia. "Dua kontrak ini belum berlaku," kata CEO Dassault Aviation Eric Trappier pada 20 Juli lalu.
Dassault Aviation telah menandatangani kontrak untuk penjualan 42 Rafale F3R (30 kursi tunggal dan 12 kursi dua) dengan jumlah total 8,1 miliar dolar AS, termasuk persenjataan, kata Kementerian Angkatan Bersenjata Prancis pada Februari 2022. Pengiriman pertama Rafale yang akan memperkuat TNI AU dilakukan tiga tahun setelah berlakunya kontrak atau pada 2025.
Untuk total kontrak pembelian Rafale, Menhan Prabowo Subianto membutuhkan anggaran pertahanan lebih dari 21 miliar dolar AS pada 2023. Angka itu sangat jauh dari anggaran pertahanan saat ini sebesar 9,3 miliar pada 2022. Hanya Presiden Joko Widodo, yang juga merupakan saingan berat Prabowo dalam kontestasi pilpres, yang memiliki wewenang untuk membuka blokir kebuntuan pembayaran melalui keputusan presiden.