Selasa 20 Sep 2022 15:57 WIB

Apa Makanan Pokok yang Dikonsumsi pada Masa Rasulullah SAW?

Makanan pokok pada masa Rasulullah SAW adalah roti

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Roti (ilustrasi). Makanan pokok pada masa Rasulullah SAW adalah roti.
Roti (ilustrasi). Makanan pokok pada masa Rasulullah SAW adalah roti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang-orang di zaman kenabian khususnya di Madinah dan bangsa Arab, makanan pokoknya bukan nasi seperti di Indonesia. Bangsa Arab diketahui sejak dulu makanan pokoknya adalah roti. 

Sementara Madinah, sebagai wilayah perkebunan penghasil kurma ternyata menjadikan kurma sebagai makanan pokok. 

Baca Juga

Disebut makanan pokok artinya bukan makanan kecil atau cemilan, tapi sebagai makanan yang dijadikan nutrisi dan andalan penyambung hidup setiap harinya. 

Hal ini dijelaskan dalam buku "Mengenal Lebih Dekat Kehidupan Zaman Nabi SAW" yang ditulis Ustadz Ahmad Sarwat Lc dan diterbitkan Rumah Fiqih Indonesia. 

Dalam bukunya, Ustadz Sarwat menerangkan beberapa dalil yang menjelaskan makanan pokok di zaman kenabian. 

Zakat fitrah yang dibagikan Nabi Muhammad SAW kepada fakir miskin bukan berupa beras atau uang, tapi gandum dan kurma. Gandum adalah bahan pokok untuk membuat roti yang jadi makanan pokok masyarakat kala itu. 

عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما- قال: «فَرَضَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- صَدَقَةَ الفطر -أو قال رمضان- على الذَّكر والأنثى والحُرِّ والمملوك: صاعا من تمر، أو صاعا من شعير

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW memfardukan zakat fithr bulan Ramadhan kepada manusia sebesar satu shaa kurma atau sya'ir, yaitu kepada setiap orang merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang Muslim. (HR Jamaah kecuali Ibnu Majah dari hadits Ibnu Umar)

“Bayarkan untuk tiap-tiap orang yang merdeka, hamba, anak kecil atau orang tua berupa setengah sha burr atau satu sha kurma atau tepung sya'ir.” (HR Ad-Daruquthni) 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَنِ صلى الله عليه وسلم صَاعاً مِنْ طَعَامٍ , أَوْ صَاعاً مِنْ شَعِيرٍ , أَوْ صَاعاً مِنْ أَقِطٍ , أَوْ صَاعاً مِنْ زَبِيبٍ . فَلَمَّا جَاءَ مُعَاوِيَةُ , وَجَاءَتِ السَّمْرَاءُ , قَالَ : أَرَى مُدَّاً مِنْ هَذِهِ يَعْدِلُ مُدَّيْنِ . قَالَ أَبُو سَعِيدٍ : أَمَّا أَنَا : فَلا أَزَالُ أُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ أُخْرِجُهُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم .

Dari Abi Said Al-Khurdhri radhiyallahu ‘anhu berkata, " Kami mengeluarkan zakat ffithr ketika dahulu Rasulullah bersama kami sebanyak satu shaa tha'aam (hinthah) atau satu shaa kurma atau satu shaa sya'ir atau satu shaa zabib atau satu shaa aqith. Ketika datang masa Muawiyah dan melimpah gandum coklat, aku berpendapat satu mud setara dengan dua mud. Dan aku terus mengeluarkan zakat fithr sedemikian itu selama hidupku, sebagaimana aku mengeluarkannya pada masa Rasulullah SAW." (HR Jamaah, Nailul Authar)    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement