Rabu 21 Sep 2022 05:43 WIB

Konflik Rusia-Ukraina, Pengamat Sebut Vladimir Putin Sedang Dilema

Rusia kesulitan menambah jumlah personel dan peralatan militer di Ukraina

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Christiyaningsih
Presiden Rusia Vladimir Putin dinilai kesulitan menambah jumlah personel dan peralatan militer di Ukraina. Ilustrasi.
Foto: AP/Gavriil Grigorov/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin dinilai kesulitan menambah jumlah personel dan peralatan militer di Ukraina. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hukum internasional Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra, menyatakan setelah menjalani konflik dengan Rusia sekitar kurang lebih enam bulan, saat ini posisi Ukraina sedang di atas angin. Itu tak lain karena baru-baru ini pasukan Ukraina berhasil memukul mundur pasukan Rusia. Radityo menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin tidak bisa memobilisasi warga sipil untuk berperang.

“Putin sampai detik ini tidak mau memobilisasi massa dalam jumlah banyak. Tidak mau mengakui kalau ini perang. Karena masyarakat Rusia sampai saat ini hanya mengetahui bahwa yang terjadi di Ukraina adalah 'operasi spesial' dan bukan perang," ujarnya, Selasa (20/9/2022).

Baca Juga

Maka dari itu, lanjut Radityo, Putin hanya bisa mengerahkan kekuatan militer. Situasi ini membuat Rusia kesulitan menambah jumlah personel dan peralatan militer. Pengamat politik yang fokusnya di wilayah Eropa Timur itu menyatakan, sebelumnya Rusia tidak membayangkan pasukan Ukraina akan bertahan sekuat ini.

“Rusia tidak membayangkan Ukraina bertahan seberani dan sekuat sekarang,” ujarnya.

Saat ini, lanjut Radityo, Putin sedang dilanda dilema. Ia hanya memiliki dua pilihan yakni mundur menarik pasukan atau maju menuju eskalasi konflik. Jika mundur, Putin harus mengakui operasi spesialnya gagal yang artinya membuat cengkeraman politik domestiknya berkurang.

Di sisi lain, lanjut Radityo, jika Putin memutuskan untuk terus maju maka ia harus mengatakan bahwa ini adalah perang. Sedangkan masyarakat Rusia belum tentu mendukung perang yang dimaksud. “Itu akan menjadi isu yang sangat berbeda. Dukungan masyarakatnya belum tentu ada,” ujar alumnus University of Glasgow tersebut.

Radityo menilai setelah enam bulan berperang Rusia juga tidak mendapatkan keuntungan signifikan. Sebaliknya, Rusia mendapatkan sanksi dari berbagai negara karena perilakunya. “Aku nggak bisa lihat mereka gaining something out of this,” kata Radityo.

Sebaliknya, Ukraina disebutnya cukup diuntungkan dengan keputusan Rusia tersebut. Serangan Rusia justru menjadi momentum menyatukan masyarakat Ukraina. Selain itu, popularitas Zelenskyy sebagai presiden Ukraina juga naik dengan adanya perang ini. “Sebelum perang, dia (Zelenskyy) tidak sepopuler itu," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement