REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Hery Gunardi mengatakan merger atau penggabungan tiga bank syariah BUMN terbukti berdampak besar pada kinerja BSI. Hery menilai hal ini tak lepas dari komitmen pemerintah dan dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses merger.
"Dengan merger ini banyak membawa benefit terhadap kinerja bank, meski tidak mudah karena menyatukan tiga budaya berbeda," ujar Hery dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/9).
Hery memaparkan laba bersih BSI setelah merger pada 2021 tumbuh 38 persen dibandingkan sebelum merger pada 2021. Hery menyampaikan pertumbuhan laba bersih pada Juni 2022 dibandingkan Juni 2021 sendiri mencapai 41 persen.
"Ini cukup menggembirakan dari sisi profitabilitas," ucap Hery.
Hery menyampaikan return on asset (ROA) pascamerger juga bertumbuh hingga 2,03 persen dibandingkan sebelumnya yang hanya 1,38 persen. Hery mengatakan return on equity (ROE) juga membaik setelah merger dengan mencapai 17,66 persen pada Juni 2022.
"Artinya kita punya punya modal benar-benar menghasilkan profit naik 8,4 persen dari sebelum merger," sambung Hery.
Hery mengatakan cash coverage untuk menjaga kredit atau pembiayaan bermasalah BSI pascamerger juga mencapai 157 persen atau lebih tinggi dari rasio ditetapkan regulator. Dia menambahkan konsolidasi juga berhasil menurunkan cost of fund atau biaya dana menjadi 1,57 persen dari sebelum merger yang berada di angka 3,40 persen. Hery menyebut penurunan biaya dana berpotensi memberikan margin atau pembiayaan lebih rendah.
"Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) juga menurun dari 85 pesen menjadi 74,50 persen persen tapi terus dorong agar BOPO ini terus turun di bawah 70 persen," kata Hery.
Direktur Keuangan dan Strategi BSI Ade Cahyo Nugroho mengatakan fokus BSI sejak berdiri ialah membangun neraca yang sehat sehingga siap mengantisipasi pertumbuhan ke depan. Cahyo menilai aksi merger membuat Rasio CASA BSI kian membesar mendekati 60 persen seperti bank-bank besar lain.
"Hal ini bisa terjadi karena BSI memiliki skala ekonomi yang besar sehingga punya tingkat kepercayaan dari masyarakat yang lebih baik," ujar Cahyo.
Cahyo mengatakan peningkatan ekuitas BSI juga meningkat dari Rp 22 triliun pada Juni 2021 menjadi Rp 26,5 triliun pada Juni 2022. Cahyo menyebut pertumbuhan ini dapat meningkatkan value BSI di mata investor.
"Dari sisi profitabilitas, alhamdulilah meski belum genap dua tahun, tidak ada lag dari sisi kinerja. Dua tahun pertama ini membukukan portabilitas yang baik," ucap Cahyo.
Cahyo mengatakan pertumbuhan profitabilitas berdampak langsung pada peningkatan zakat yang dibayarkan perusahaan. Kata Cahyo, pembayaran zakat BSI selama 2021 mencapai Rp 102 miliar, sementara untuk tahun ini (hingga Juni) sudah menyentuh angka Rp 71 miliar.
"InsyaAllah seiring kinerja yang semakin bagus, maka zakat yang kita bayarkan semakin besar," lanjut Cahyo.
Cahyo menambahkan, keputusan merger juga memberikan perbaikan dari kualitas aset ketimbang saat masih berdiri sendiri-sendiri. Sejak berdiri, ucap Cahyo, BSI telah menyalurkan pembiayaan baru sebesar Rp 140 triliun dengan kualitas pembiayaan yang baik.
"Dengan pembiyaan baru yang berkualitas kualitas bagus, ini membuat NPL kita mengalami penurunan dari 3,11 persen menjadi 2,78 persen," sambung Cahyo.
Cahyo menyampaikan BSI juga berupaya untuk terus meningkatkan pertumbuhan CAR atai rasio kecukupan modal yang saat ini sebesar 17,31 persen. Cahyo menilai penguatan permodalan menjadi penting dalam melayani permintaan.
"Dengan melihat pertumbuhan pembiayaan atau kredit yang hampir dua kali lipat di atas market, maka kebutuhan permodalan penting untuk memastikan BSI dapat memberikan pembiayaan dengan modal memadai," kata Cahyo menambahkan.