Rabu 21 Sep 2022 08:35 WIB

Jerman Kesal karena Turki Bidik Keanggotaan SCO

Scholz mengungkapkan SCO memberikan kontribusi penting untuk koeksistensi global.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Kanselir Olaf Scholz. Scholz sangat kesal karena Turki ingin untuk bergabung dengan badan keamanan Asia Tengah yang didirikan oleh Rusia dan China.
Foto: AP/Kay Nietfeld/DPA
Kanselir Olaf Scholz. Scholz sangat kesal karena Turki ingin untuk bergabung dengan badan keamanan Asia Tengah yang didirikan oleh Rusia dan China.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman, Olaf Scholz, pada Selasa (20/9/2022) mengatakan, dia sangat kesal karena Turki ingin untuk bergabung dengan badan keamanan Asia Tengah yang didirikan oleh Rusia dan China. Sebelumnya Presiden Turki Tayyip Erdogan menargetkan keanggotaan Turki untuk Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO).

"Ini bukan organisasi yang memberikan kontribusi penting untuk koeksistensi global yang baik," kata Scholz di Majelis Umum PBB di New York, setelah bertemu dengan Erdogan.

Baca Juga

"Jadi saya sangat kesal dengan perkembangan ini. Tetapi pada akhirnya, penting untuk menyepakati apa yang mendorong kami untuk menjelaskan bahwa perang Rusia di Ukraina mungkin tidak akan berhasil," kata Scholz menambahkan.

Secara terpisah, Scholz mengatakan setiap referendum yang diadakan di wilayah Ukraina timur yang telah direbut oleh pasukan Rusia adalah referendum palsu dan tidak dapat diterima. Dia juga mengatakan, kemungkinan Rusia berupaya untuk menghentikan ekspor gandum Ukraina. 

Presiden China Xi Jinping, bersama Presiden Rusia Vladimir Putin serta para pemimpin dari India dan negara-negara Asia Tengah menuju ke Uzbekistan pada Kamis (15/9/2022) untuk menghadiri pertemuan puncak. Mereka menggelar konferensi organisasi keamanan yang dibentuk oleh Beijing dan Moskow sebagai penyeimbang atas pengaruh Amerika Serikat (AS).

Konferensi SCO yang memiliki delapan negara anggota terjadi pada saat Rusia mendapatkan berbagai macam sanksi dari Barat atas invasinya di Ukraina. Sementara hubungan Beijing dengan Washington, Eropa, Jepang dan India mengalami ketegangan karena perselisihan mengenai teknologi, keamanan dan wilayah.

Konferensi yang digelar di kesultanan kuno Samarkand ini merupakan bagian dari perjalanan luar negeri pertama Xi sejak merebaknya pandemi virus korona sekitar 2,5 tahun lalu. Perjalanan Xi ini menggarisbawahi keinginan Beijing untuk menegaskan dirinya sebagai kekuatan regional.

Xi tiba di bandara Samarkand dan disambut oleh Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev, serta diiringi dengan alunan karnays, atau alat musik tiup tradisional yang menyerupai terompet panjang. Putin dan Xi dijadwalkan bertemu secara empat mata untuk membahas Ukraina.

Perdana Menteri India Narendra Modi dijadwalkan tiba pada Kamis. Menurut pernyataan pemerintah India, tidak ada indikasi apakah Modi akan bertemu secara terpisah dengan Xi atau Putin.  Hubungan Cina dan India tegang karena bentrokan antara militer dari kedua belah pihak dalam sengketa perbatasan di daerah terpencil Himalaya.

Negara anggota SCO lainnya yang hadir dalam konferensi tersebut antara lain Kazakhstan, Kirgistan, Pakistan dan Tajikistan. Termasuk Iran dan Afghanistan.

Pemimpin China mempromosikan “Inisiatif Keamanan Global” yang diumumkan pada April setelah pembentukan kelompok Quad oleh Washington, Jepang, Australia, dan India. Pembentukan kelompok itu sebagai tanggapan terhadap kebijakan luar negeri Beijing yang semakin luas.

Kawasan Asia Tengah merupakan bagian dari Belt and Road Initiative  untuk memperluas perdagangan China dengan membangun pelabuhan, kereta api, dan infrastruktur lainnya di puluhan negara. Inisiatif ini membentang mulai dari Pasifik Selatan melalui Asia hingga Timur Tengah, Eropa, dan Afrika.

Terobosan ekonomi China ke Asia Tengah telah memicu kegelisahan di Rusia, yang melihat kawasan itu berada di bawah pengaruhnya. Kazakhstan dan negara tetangganya berusaha menarik investasi China tanpa menyinggung Moskow.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement