Rabu 21 Sep 2022 10:25 WIB

AS Tolak Referendum Wilayah Pro-Rusia di Ukraina

AS tak akan mengakui klaim rusia yang mencaplok wilayah Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Prajurit Ukraina naik di atas kendaraan lapis baja di jalan di wilayah Donetsk, Ukraina timur, Minggu, 28 Agustus 2022. Amerika Serikat (AS) menolak rencana referendum di kota-kota Ukraina yang diduduki oleh kelompok pro-Rusia.
Foto: AP/Leo Correa
Prajurit Ukraina naik di atas kendaraan lapis baja di jalan di wilayah Donetsk, Ukraina timur, Minggu, 28 Agustus 2022. Amerika Serikat (AS) menolak rencana referendum di kota-kota Ukraina yang diduduki oleh kelompok pro-Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menolak rencana referendum di kota-kota Ukraina yang diduduki oleh kelompok pro-Rusia. Washington jug tidak akan pernah mengakui klaim Rusia untuk mencaplok bagian dari Ukraina.

Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, pada Selasa (20/9/2022) mengatakan, Moskow mungkin bergerak untuk merekrut pasukan di daerah-daerah itu setelah menderita kerugian besar di medan perang. Sullivan menyebut referendum itu sebagai penghinaan terhadap prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas teritorial.  

Baca Juga

“Jika ini benar-benar terjadi, Amerika Serikat tidak akan pernah mengakui klaim Rusia atas bagian Ukraina yang konon dianeksasi. Kami tidak akan pernah mengakui wilayah ini sebagai apa pun selain bagian dari Ukraina. Kami menolak tindakan Rusia dengan tegas," kata Sullivan.

Para pemimpin yang ditempatkan oleh Moskow di empat wilayah pendudukan Ukraina berencana mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia dalam beberapa hari mendatang. Langkah ini menjadi sebuah tantangan bagi Barat yang dapat meningkatkan perang secara tajam, serta mengundang kecaman dari Ukraina dan sekutunya.

Sejumlah tokoh pro-Rusia akan mengumumkan referendum pada 23-27 September di provinsi Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, yang mewakili sekitar 15 persen wilayah Ukraina. Beberapa tokoh pro-Kremlin menilai referendum sebagai ultimatum kepada Barat untuk menerima keuntungan teritorial Rusia atau menghadapi perang dengan musuh bersenjata nuklir.  

“Perambahan ke wilayah Rusia adalah kejahatan yang memungkinkan Anda menggunakan semua kekuatan pertahanan diri,” ujar mantan presiden Rusia dan sekarang menjadi Wakil Ketua Dewan Keamanan Presiden Vladimir Putin, Dmitry Medvedev.

Rusia menganggap Luhansk dan Donetsk sebagai negara merdeka. Sementara Ukraina dan Barat menganggap semua wilayah Ukraina yang dikuasai pasukan Rusia telah diduduki secara ilegal.  

Rusia sekarang menguasai sekitar 60 persen wilayah Donetsk dan telah merebut hampir semua Luhansk pada Juli.Namun keuntungan itu sekarang berada di bawah ancaman setelah pasukan Rusia keluar dari Kharkiv bulan ini, dan kehilangan kendali atas jalur pasokan utama mereka untuk sebagian besar garis depan Donetsk dan Luhansk.  

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan, Eropa dan negara-negara anggotanya tidak akan mengakui hasil referendum. Eropa akan mempertimbangkan tindakan lebih lanjut terhadap Rusia jika pemungutan suara untuk referendum dilanjutkan. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement