REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengumumkan inisiatif penelitian baru dibawah Christchurch Call, proyek global yang bertujuan mengatasi kebencian daring. Proyek ini didirikan usai pembantaian Christchurch tahun 2019.
Ardern mengatakan Selandia Baru, Amerika Serikat (AS), Twitter dan Microsoft akan berinvestasi mengembangkan teknologi baru yang bertujuan membantu peneliti mencari tahu bagaimana algoritma berdampak pada pengguna internet. Perdana menteri Negeri Kiwi itu tidak menyebutkan jumlah investasinya.
Para mitra inisiatif ini akan bekerja sama membangun dan menguji teknologi penguat privasi yang ketika sudah disetujui dapat membentuk dasar infrastruktur untuk membantu penelitian independen tentang dampak algoritma.
"Inisiatif ini tidak akan memberitahu semua yang perlu kita ketahui tentang hasil yang didorong algoritma di internet, ini akan membantu kita memiliki akses data yang lebih baik sehingga peneliti dapat menjawab pertanyaan itu," kata Ardern dalam pernyataannya, Rabu (21/9/2022).
Ardern dan Presiden Prancis Emmanuel Macron meluncurkan Christchurch Call setelah supremasi kulit putih membunuh 51 orang di dua masjid di Selandia Baru. Pelaku menyiarkan secara langsung pembantaiannya di Facebook.
Dalam pernyataan bersama Christchurch Call mengatakan sejak pertemuan tahun 2021 lalu semakin banyak pelaku industri dan organisasi mitra yang bergabung dalam inisiatif ini. Seperti platform video gim Roblox, situs konferensi video Zoom, organisasi Global Community Engagement and Resilience Fund dan Tech Against Terrorism.
Namun masih banyak penyedia jasa daring yang masih tidak terlibat dalam inisiatif ini. Christchurch Call mengajak pelaku industri yang belum ikut untuk bergabung.