REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat memaparkan aturan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia soal pencalonan Presiden setelah masa jabatan dua periode. Terutama untuk menjadi Wakil Presiden.
Ia menjelaskan, bila hanya mengacu pada Pasal 7 UUD 1945, Presiden boleh mencalonkan sebagai Wakil Presiden setelah dua periode masa jabatan. Namun, aturan tersebut, lanjutnya, akan bertabrakan dengan Pasal 8 UUD 1945.
"Jadi dia (Presiden) boleh mencalonkan sebagai Wakil Presiden kalau kita hanya mengacu pada Pasal 7. Namun, kalau kita lanjutkan mengacu pada Pasal 8, nah ini persoalannya," kata Djarot di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Ia mengatakan, Pasal 7 UUD 1945 memperbolehkan, tetapi Pasal 8 UUD 1945 itu membatasi. Dia menjelaskan isi aturan dalam Pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa jika Presiden mangkat, berhenti atau berhalangan tetap maka akan digantikan oleh Wakil Presiden di sisa masa jabatannya.
"Artinya jadi Wakil Presiden itu naik menjadi Presiden, aturannya menabrak Pasal 7 UUD 1945," ujarnya.
Selain aturan tersebut, Djarot menggarisbawahi persoalan etika politik dan moral politik yang menjadi satu bahan kajian apabila Presiden yang telah menjabat selama dua periode dapat mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden pada periode selanjutnya.
"Dengan catatan seperti itu, maka Badan Pengkajian MPR bukan pada tempatnya untuk bisa memberikan respons harus A atau harus B, tetapi kita hanya menjelaskan inilah sistem ketatanegaraan kita, inilah konstitusi kita," kata Djarot.