REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai kenaikan harga komoditas pangan dan energi akibat konflik Ukraina-Rusia menjadi salah satu tantangan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
"Kita dihadapkan pada kenyataan terjadinya kenaikan harga-harga berbagai komoditas pangan dan energi sebagai akibat situasi geopolitik yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir," kata Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Ia mengatakan tantangan global itu berdampak pada upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia pada level makro, yang mencakup kebijakan menjaga stabilitas inflasi atau harga, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan kerja produktif, maupun menjaga iklim investasi.
Pada level mikro, kata dia, kebijakan menurunkan beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan kelompok miskin melalui program ekonomi produktif juga menghadapi tantangan yang tidak ringan. "Dua isu strategis yang menjadi tantangan pada level mikro adalah akurasi data dan sinergi antar program yang melibatkan kementerian atau lembaga dan dunia usaha," kata Laksana dalam webinar bertema Mewujudkan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2024.
Dalam kesempatan itu, ia mengemukakan berdasarkan data BPS selama kurun waktu 2014-2019 proporsi penduduk miskin ekstrem di Indonesia telah menurun dari 7,9 persen menjadi 3,7 persen. Namun pada Maret 2020, akibat pandemi Covid-19 proporsi penduduk miskin ekstrem meningkat menjadi 3,8 persen dan pada September 2020 kembali naik hingga 4,2 persen.
"Namun Alhamdulillah kembali menurun menjadi 3,79 persen pada September 2021," katanya.
Menurut Laksana, salah satu bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menghapus kemiskinan ekstrem yang ditargetkan akan dicapai pada 2024. Target itu, kata dia, ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Kabinet Indonesia Maju tentang Strategi Pengentasan Kemiskinan pada 4 Maret 2020.
"Pada 2024 diharapkan dapat mencapai nol persen. Ini berarti enam tahun lebih cepat dari target penghapusan kemiskinan ekstrem dalam SDGs," ujar Laksana Tri Handoko .