Kandang Maggot Jogja Jadi Contoh Pengelolaan Sampah Organik Mandiri
Red: Muhammad Fakhruddin
Kandang Maggot Jogja Jadi Contoh Pengelolaan Sampah Organik Mandiri (ilustrasi). | Foto: Istimewa
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kota Yogyakarta berupaya untuk terus menumbuhkan peran masyarakat dalam mengelola sampah organik secara mandiri berbasis masyarakat atau komunitas, salah satu contohnya adalah Kandang Maggot Jogja yang mengelola sampah dapur di Kelurahan Kricak.
"Kegiatan pengelolaan sampah dapur dengan menggunakan maggot ini sudah berjalan hampir satu tahun dan kapasitas sampah yang bisa dikelola semakin meningkat," kata Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri selaku pengelola Kandang Maggot Jogja Endang Rohjiani di Yogyakarta, Rabu (21/9/2022).
Menurut dia, jumlah sampah organik dari dapur yang dikelola meningkat dari awalnya 200 kilogram per hari kini menjadi 500 kilogram per hari dan diharapkan terus dapat ditingkatkan menjadi satu hingga dua ton per hari.
"Jumlah tersebut masih jauh dari volume sampah organik yang dihasilkan Kelurahan Kricak, yaitu sekitar sembilan ton per hari," katanya.
Saat ini, seluruh RW di Kelurahan Kricak, yakni 13 RW, sudah bekerja sama dengan Kandang Maggot Jogja (KMJ) untuk menyetorkan sampah dapur untuk diolah.
Setiap ember sampah dapur dihargai Rp3.500. "Tujuannya bukan membeli sampah tetapi memberikan nilai pada upaya pemilahan sampah yang dilakukan masyarakat. Sampah yang disetor adalah sampah dapur organik," katanya.
Ia berharap, pengelolaan sampah dengan metode maggot tersebut semakin berkembang sehingga tidak hanya mengolah sampah dapur dari Kelurahan Kricak saja tetapi di seluruh Kecamatan Tegalrejo. "Harapannya, bisa zero waste sampah organik sehingga bisa mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan," katanya.
Pengelolaan sampah organik yang dilakukan KWJ tersebut juga mendapat dukungan corporate social responsibility dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), salah satu special mission vehiclesKementerian Keuangan.
CSR tersebut diwujudkan dalam bentuk bangunan untuk pengelolaan sampah dan mesin untuk pencacah sampah.
Hasil dari pengelolaan sampah dengan metode bio konversi menggunakan maggot tersebut, lanjut Endang memberikan banyak nilai tambah.
Maggot mampu memakan dan mengurai sampah organik. Maggot pun bisa dijual untuk pakan burung atau ikan, bahkan bangkai lalat yang menghasilkan telur maggot pun bisa dijual untuk pakan burung.
"Jadi, tidak ada yang terbuang sia-sia dari pengelolaan sampah dengan metode maggot ini," katanya yang mampu menghasilkan sekitar 200kg maggot siap jual setiap harinya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PII M Wahid Sutopo berharap, bantuan tersebut mampu mendukung upaya pengolahan sampah organik yang berkelanjutan.
"Dari Kelurahan Kricak bisa dikembangkan lebih luas ke wilayah-wilayah lain," katanya yang menyebut pengelolaan sampah bio konversi menjadi salah satu solusi permasalahan sampah di Yogyakarta.
Pengelolaan sampah dengan maggot tersebut, lanjut dia, juga membuka peluang pemberdayaan masyarakat di kelurahan tersebut.
Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan, 60 persen sampah yang dibuang ke TPA Piyungan adalah sampah organik, dari total volume sampah 360 ton.
"Pengelolaan sampah di Kelurahan Kricak ini menjadi salah satu upaya mereduksi volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan," katanya.
Sugeng mengatakan, peningkatan edukasi ke masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya akan terus dilakukan karena untuk mengubah kebiasaan membuang sampah sangat sulit.
"Setidaknya, masyarakat melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga dan bisa dikembangkan dengan pengelolaan sampah dengan berbagai metode sesuai kondisi di wilayah masing-masing. Ada banyak metode selain dengan maggot, bisa dengan komposter atau losida (lodong sisa dapur)," katanya.