Kamis 22 Sep 2022 06:38 WIB

Aksi Wanita di Iran Ramai-Ramai Bakar Jilbab dan Tuduhan Keterlibatan Intelijen Asing

Kematian aktivis perempuan di Iran picu aksi bakar jilbab

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
 Surat kabar harian Iran melaporkan kematian Mahsa Amini, di Teheran, Iran, 18 September 2022. Mahsa Amini, seorang gadis berusia 22 tahun, ditahan pada 13 September oleh unit polisi yang bertanggung jawab untuk menegakkan aturan berpakaian ketat Iran untuk wanita. Amini dinyatakan meninggal pada 16 September, setelah mengalami koma selama 3 hari. Protes pecah di Saqez, kampung halaman Amini selama pemakamannya pada 17 September.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Surat kabar harian Iran melaporkan kematian Mahsa Amini, di Teheran, Iran, 18 September 2022. Mahsa Amini, seorang gadis berusia 22 tahun, ditahan pada 13 September oleh unit polisi yang bertanggung jawab untuk menegakkan aturan berpakaian ketat Iran untuk wanita. Amini dinyatakan meninggal pada 16 September, setelah mengalami koma selama 3 hari. Protes pecah di Saqez, kampung halaman Amini selama pemakamannya pada 17 September.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Wanita di beberapa kota Iran melepas dan membakar jilbab mereka sebagai bentuk protes atas undang-undang yang mewajibkan jilbab di negara mereka.

Demonstrasi anti-rezim ini juga dipicu kematian seorang wanita muda dalam tahanan polisi, berlanjut untuk hari kelima. 

Baca Juga

Protes pecah di puluhan kota di seluruh Iran, menurut video yang dibagikan di Twitter oleh @1500tasvir, akun dengan lebih dari 80 ribu pengikut yang memposting video protes yang diterima dari dalam Iran. 

Video menunjukkan wanita melepas jilbab mereka dan, dalam beberapa kasus, membakarnya di beberapa kota dalam adegan yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara di mana jilbab telah diwajibkan bagi wanita sejak tak lama setelah Revolusi 1979 di negara itu. 

Dalam salah satu video dari utara kota Sari, seorang wanita terlihat menari dengan jilbab di tangannya. 

Dia kemudian melemparkan jilbabnya ke dalam api dan disorak-sorai oleh para pengunjuk rasa. 

Protes dimulai setelah Mahsa Amini, seorang wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun, dinyatakan meninggal pada hari Jumat. 

Amini mengalami koma tak lama setelah dia ditahan oleh polisi moral karena diduga tidak mematuhi aturan jilbab ketat rezim di Teheran pada 13 September. 

Aktivis dan pengunjuk rasa mengatakan Amini dipukuli oleh petugas polisi saat ditahan, menyebabkan luka serius yang menyebabkan kematiannya. Polisi membantah tuduhan tersebut. 

Protes juga pecah di dua kota konservatif, Masyhad dan Qom. Mashhad adalah tempat kelahiran Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei dan merupakan rumah bagi kuil Imam Syiah kedelapan. 

Qom dianggap sebagai "ibu kota agama" Iran karena banyak ulama senior Syiah yang berbasis di sana dan kota ini juga merupakan rumah bagi tempat suci tokoh penting Syiah lainnya. 

Dalam satu video dari Mashhad, pengunjuk rasa tampaknya telah menguasai dua mobil polisi. "Kami tidak menginginkan Republik Islam," teriak seorang wanita yang berdiri di atas salah satu mobil, seperti yang terlihat dalam rekaman. 

Baca juga : Pemerintah Karnataka: Jilbab tak Penting

Video dari beberapa kota menunjukkan kendaraan polisi yang rusak serta pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan. Seperti selama beberapa hari terakhir, pengunjuk rasa di seluruh Iran meneriakkan terhadap Khamenei dan menuntut perubahan rezim. 

Satu video dari kota Shiraz menunjukkan pasukan keamanan menembaki orang-orang dan video lainnya menunjukkan pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa 

Kantor berita resmi Iran IRNA melaporkan protes pada Selasa (20/9/2022) tetapi mengecilkan ukuran dan signifikansinya. Dia juga menuduh pengunjuk rasa merusak properti publik. 

Gubernur provinsi Kurdistan Iran pada Selasa mengkonfirmasi kematian tiga orang selama protes, meminta pertanggungjawaban demonstran anti-rezim. Juga pada hari yang sama, gubernur Teheran mengatakan pasukan keamanan menangkap beberapa warga negara asing selama protes di ibu kota, menuduh dinas intelijen asing terlibat dalam kerusuhan yang sedang berlangsung di negara itu. 

Baca juga: Dulu Panas Dengar Alquran, Mualaf Veronica Bersyahadat Justru Berkat Surat Al Fatihah 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Naser Kanani, pada Selasa mengutuk apa yang dia gambarkan sebagai "sikap intervensionis" oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa mengenai kematian Amini.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken sebelumnya meminta Teheran untuk “mengakhiri penganiayaan sistemik terhadap perempuan dan mengizinkan protes damai.” 

Uni Eropa telah mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin bahwa apa yang terjadi pada Amini “tidak dapat diterima” dan bahwa “para pelaku pembunuhan ini harus bertanggung jawab.” 

 

Sumber: alarabiya   

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement