REPUBLIKA.CO.ID, KEBUMEN - Bupati Kebumen Arif Sugiyanto membantah adanya pungutan liar di sekolah negeri Kabupaten Kebumen. Isu ini sempat mencuat karena para wali siswa mengaku masih dimintai pungutan oleh pihak sekolah untuk membayar kegiatan siswa, atau pungutan lain yang sudah ditentukan.
Terkait hal itu, Bupati Arif Sugiyanto menyatakan, persoalan tarikan di sekolah memang ke depan harus diatur lebih jelas agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Selama ini diakui memang masih ada tarikan di sekolah negeri yang dilakukan oleh komite.
Menurutnya tarikan sekolah dari komite itu masih bisa dibenarkan, dan tidak bisa disebut sebagai pungutan liar. Sebab, hal itu sudah diatur dalam Permendikbud No 75 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, komite hanya boleh melakukan tarikan dalam bentuk sumbangan secara sukarela.
"Sumbangan ini kan tidak bisa ditentukan besarannya, dan harus melalui Komite, nah ini masih bisa dibenarkan karena ada dalam aturan Permendikbud No 75 Tahun 2016," ujar Bupati dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (22/9/2022).
Sumbangan oleh komite dilakukan lantaran ada beberapa kegiatan sekolah yang tidak tercover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Uang sumbangan tersebut, kata Bupati, juga disimpan di rekening komite, bukan rekening sekolah.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tugas komite adalah untuk menunjang kemajuan sekolah, seperti menyediakan kebutuhan sekolah yang belum tercover oleh BOS, seperti lomba.
"Nah ini kemudian dirangkum oleh Komite, dan dikumpulkan para wali siswa untuk diajak musyawarah, sekolah mau mengadakan kegiatan ini. Apakah ada yang berkenan membantu, membantu kan terserah ada Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, atau Rp 10 ribu, nggak ada patokan," tuturnya saat menggelar rapat dengan para kepala sekolah SD Negeri di Karanganyar, Kebumen, Selasa (20/9).
Memang ke depan, lanjut Bupati, perlu diatur lebih rinci tentang mekanisme pungutan di sekolah agar ini tidak menjadi bias. Karena bagaimana pun, pungutan apapun di sekolah jika tidak memiliki aturan yang jelas bisa merugikan murid atau wali siswa. Terlebih pengawasannya lemah.
"Biar ini lebih jelas, nanti akan kita buat surat edarannya tentang tata caranya soal sumbangan tadi. Namanya sumbangan tidak ada paksaan, keluarga miskin juga tidak boleh ditarik, kegiatan peruntukannya juga jelas, serta pengawasan ini yang lebih penting," jelas Bupati.
Sejauh ini sumbangan dari wali murid yang masih dibolehkan adalah dari komite. Sementara guru atau kepala sekolah tidak dibolehkan untuk meminta tarikan terhadap siswa atau wali murid.
Sementara itu, Komite Sekolah terdiri dari unsur orang tua/wali siswa yang masih aktif pada sekolah bersangkutan paling banyak 50 persen, tokoh masyarakat paling banyak 30 persen, dan pakar pendidikan paling banyak 30 persen.