REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia dinilai tidak akan berimbas signifikan pada penurunan inflasi. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah mengatakan lonjakan inflasi lebih disebabkan oleh faktor-faktor non-moneter di sisi supply.
"Saya perkirakan tidak akan banyak membantu menurunkan inflasi, inflasi tahun ini tetap akan tinggi diatas enam persen," katanya pada Republika.co.id, Kamis (22/9/2022).
Namun demikian, kenaikan suku bunga acuan BI yang cukup agresif sebesar 50 bps tersebut lebih bermanfaat untuk menahan pelemahan rupiah. Kalau BI tidak menaikkan suku bunga, rupiah akan terus terpuruk diatas Rp 15 ribu.
Dengan kenaikan suku bunga acuan BI, rupiah diharapkan bisa kembali stabil di level bawah Rp 15 ribu. Piter memperkirakan BI masih akan menaikkan suku bunga acuan satu kali lagi hingga akhir tahun.
"Tapi ini akan sangat bergantung kepada perkembangan inflasi dan nilai tukar rupiah," katanya.
Menurut dia, kenaikan suku bunga acuan juga sesungguhnya tidak perlu dikhawatirkan akan berdampak besar menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena suku bunga acuan BI saat ini, walaupun naik, masih akan dalam level yang rendah bila dibandingkan historisnya.
Selain itu, Piter memperkirakan kenaikan ini tidak banyak mengubah suku bunga kredit. Mengingat suku bunga kredit selama ini memang tidak banyak turun ketika suku bunga acuan BI turun hingga level terendah 3,5 persen.
Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan kenaikan suku bunga sebesar 50 bps melebihi ekspektasi para analis. Sehingga perlu diwaspadai ini adalah pengaruh dari kenaikan dari kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS yang sebesar 75 bps.
"Pada Agustus lalu, BI naikkan suku bunga 25 bps walau ekspektasi analis adalah tetap pertahankan subung, ini bisa jadi gambaran pertemuan The Fed berikutnya ketika menaikkan 100 bps, bisa saja BI menaikan 75 bps," katanya.
Ibrahim menambahkan, rupiah pada penutupan sore ini melemah 26 poin. Sebelumnya rupiah sempat melemah 45 poin dilevel Rp 15.023 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp 14.997. Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15 ribu - Rp. 15.060.
Nilai tukar pada 21 September 2022 terdepresiasi 1,03 persen (ptp) dibandingkan dengan akhir Agustus 2022 atau 4,97 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Ini dinilai relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 7,05 persen, Malaysia 8,51 persen, dan Thailand 10,07 persen.