REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai langkah extra effort pengendalian inflasi di sektor pangan terus digenjot pemerintah. Upaya itu dinilai telah membuahkan hasil dengan penurunan tingkat inflasi di sektor pangan dari sebelumnya di bulan Juli 2022 sebesar 10,32 persen menjadi 8,93 persen per bulan ini.
Guna menjaga trend penurunan ini hingga ke batas wajar, extra effort pengendalian inflasi harus serentak dilakukan di seluruh provinsi. Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan, salah satu langkah high impact yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengendalikan inflasi adalah dengan fokus mengendalikan inflasi pangan.
Untuk itu, langkah pengendalian inflasi pangan, ujar Arief, harus serentak dilakukan di seluruh provinsi. Dalam upaya ini, dukungan yang dapat diberikan pemerintah daerah diantaranya melalui realisasi belanja wajib perlindungan sosial, salah satunya pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
"Sesuai arahan Presiden RI peran aktif pemerintah daerah menjadi kunci untuk mengurangi inflasi di daerah. Peran aktif daerah antara lain dengan pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum termasuk subsidi biaya transportasi distribusi pangan," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (22/9/2022).
Seperti diketahui, kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung program penanganan dampak inflasi sesuai dengan arahan presiden RI dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan no 134/PMK.07/2022 tanggal 05 September 2022 yang mengamanatkan agar daerah menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober sampai dengan Desember 2022.
Di dalamnya meliputi tiga mekanisme perlindungan sosial, yaitu pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, dan/atau, pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah termasuk subsidi biaya transportasi distribusi pangan.
Terkait subsidi transportasi distribusi pangan ini, sampai bulan September 2022 ini NFA telah melakukan sejumlah fasilitasi pengiriman komoditas pangan dari sentra produksi ke daerah defisit. Seperti fasilitasi distribusi 79,3 ribu kg cabai dari Sulawesi Selatan ke pulau Jawa dan 36,7 ribu kg bawang merah dari Bima ke Palembang, Temanggung, dan Bangka, serta fasilitasi pendistribusian 2,7 juta kg jagung dari NTB ke Kendal dan Blitar.
“Kami mengajak pemerintah daerah, asosiasi, dan seluruh stakeholder pangan Tanah Air termasuk Yogyakarta, untuk berkoordinasi dengan NFA, apa kebutuhan di daerahnya saat ini yang defisit, nanti akan kami fasilitasi atau hubungkan sehingga dapat dilakukan pendistribusian,” ujarnya.
Selain fasilitasi distribusi pangan, Arief menjelaskan, NFA telah melakukan langkah-langkah extra effort lainnya dalam rangka pengendalian inflasi, diantaranya penetapan Peraturan Badan Pangan Nasional tentang Harga Acuan Pembelian/penjualan (HAP), Harga Eceran Tertinggi (HET) dan HPP komoditas pangan, monitoring ketersediaan pasokan dan harga pangan, operasi pasar melibatkan stakeholders, penguatan infrastruktur hulu-hilir, dan percepatan koordinasi dan fasilitasi teknologi penyimpanan pangan untuk pengendalian inflasi daerah.
NFA juga mengalokasikan anggaran untuk fasilitasi daerah menyelenggarakan bazar pangan/operasi pasar dan fasilitasi distribusi dalam upaya pengendalian inflasi pangan di daerah.
"Pelaksanaan extra effort tersebut tentunya tidak bisa dilakukan sendiri oleh NFA. Dalam mengendalikan laju inflasi khususnya di bidang pangan, diperlukan kolaborasi dan kerja sama yang erat dengan seluruh stakeholders termasuk Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID)," ungkapnya.