REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara dugaan korupsi impor garam industri hingga kini belum diketahui nilainya. Yang pasti, perkara tersebut merugikan petani garam.
"Belum dihitung kerugian negaranya, tetapi nilai garam yang dimasukkan ke Indonesia kurang lebih 3.770.346 ton yang nilainya kurang lebih Rp 2 triliun. Ini menyebabkan petani garam di Indonesia tidak mampu bersaing secara harga," kata Ketut di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Dalam mengungkap perkara itu, kata dia, sampai saat ini penyidik telah memeriksa 53 orang saksi dan satu saksi ahli. Penyidik jugamelakukan penggeledahan di enam lokasi yang berada di empat daerah.
"Melakukan penggeledahan di tiga tempat, dan satu tempat masih berlangsung penggeledahannya," kata Ketut.
Ia menjelaskan, lokasi penggeledahan pertama di Kantor dan Pabrik Firma Sariguna di Kalianak Barat, Kota Surabaya. Dari hasil penggeledahan dilakukan penyegelan 240 sak (1 sak berisi 25 kg) garam halus super (garam industri) dan penyitaan beberapa dokumen dan sampel garam. Selanjutnya, barang berupa 240 garam halus super (garam industri) garam impor dititipkan di Gudang Firma Sariguna.
Lokasi kedua, penggeledahan Gudang dan Kantor CV Usaha Baru di Jl. Ikan Kerapu, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya. Dari hasil penggeledahandilakukan penyegelan dan penyitaan 41 dokumen pembelian garam dan penjualan garam industri, 2 kg sampel garam industri, dan 686 garam impor halus yang berada di dalam Gudang CV Usaha Baru.
Kemudian penggeledahan tanggal 21 September 2022 di Kantor dan Gudang PT NGC Kabupaten Cirebon milik seseorang berinisial O di Kabupaten Bandung, dilanjutkan Kamis, tanggal 22 September 2022, di Kantor dan Pabrik PT GSB Kota Sukabumi, serta Kantor dan Pabrik CV MSGB Kota Sukabumi.
"Dari tindakan penggeledahan, penyitaan, dan penyegelan diperoleh fakta bahwa terjadi penyalahgunaan impor garam industri dengan cara perusahaan importir menjual atau memindahtangankan garam industri yang diimpor ke pasaran sebagai garam konsumsi," kata Ketut.
Posisi kasus ini pada 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau senilai Rp 2 triliun tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah. Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekonomian negara.
"Terkait dengan kerugian negara, sedang dalam proses dan saat ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi," kata Ketut.