Jumat 23 Sep 2022 05:30 WIB

Pakar Polimer Sebut Semua Kemasan Plastik Memiliki Risiko

Pakar sebut label potensi bahaya hanya ke plastik polikarbonat itu diskriminatif

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Air kemasan galon (ilustrasi). Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, mengatakan semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya. Melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.
Foto: Istimewa
Air kemasan galon (ilustrasi). Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, mengatakan semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya. Melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, mengatakan semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya. Melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

Sebagaimana diketahui, ada banyak jenis zat plastik yang boleh digunakan sebagai kemasan makanan minuman termasuk Polikarbonat (PC), Polietilen Tereftalat (PET), Polypropylene (PP) dan lain lain. Adapun beragam jenis plastik tersebut digunakan sebagai kemasan pangan karena sifatnya yang inert (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitar). 

Terkait kemasan plastik polikarbonat (PC), Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan (ASPADIN), ada beberapa pihak yang secara  masif dan sistematis membangun narasi mengenai bahaya Bisphenol A dalam kemasan galon multi trip (guna ulang) berbahan polikarbonat (PC) dan mendorong BPOM untuk mengeluarkan regulasi untuk melabeli galon multitrip polikarbonat dengan label berpotensi mengandung BPA.

Adapun berbagai pihak menentang rencana aturan pelabelan BPA ini karena dianggap diskriminatif dan mendorong persaingan tidak sehat antara produk air kemasan galon. Kemenperin, Kemenko Perekonomian, KPPU dan BSN mengkritisi kebijakan ini karena nuansa diskriminatifnya yang nyata.

“Secara kimia ketahanan panas atau titik melting galon guna ulang berbahan Polikarbonat itu hampir 200-an derajat Celcius dan kemasannya juga keras. Artinya, resiko untuk BPA-nya bermigrasi itu sangat rendah atau hampir tidak mungkin terjadi,” katanya kepada wartawan, Kamis (22/9/2022).

Terkait migrasi zat kimia dari kemasan, dia mengatakan bahwa itu tidak hanya terjadi pada galon guna ulang PC saja tapi juga galon sekali pakai berbahan PET. Menurutnya, migrasi zat kimia dari kemasan itu  tetap ada akibat masih adanya zat yang belum bereaksi saat pembuatan galon, tapi jumlahnya tidak banyak.

“Jadi, kalau ada label berpotensi mengandung BPA pada galon guna ulang polikarbonat, terhadap galon PET yang sekali pakai seharusnya juga diberlakukan hal yang sama. Karena, keduanya sama-sama berpotensi ada migrasi kimia dari kemasannya,” ucapnya.

Pembina Industri dan Sub Koordinator untuk Fungsi Industri Minuman Ringan dan Pengolahan Hasil Hortikultura Kementerian Perindustrian Pinke Arfianti Dwi Hapsari mengimbau BPOM dapat berkoordinasi dengan Kemenperin dalam membina industri pangan. Karena, menurut dia, pada dasarnya produk-produk AMDK yang beredar itu sudah melalui proses memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), pemenuhan syarat SNI itu sudah menjadi syarat keluarnya izin edar dari BPOM. 

“Jadi, jika ada produk di pasar yang tidak sesuai standar, tinggal dipanggil saja produsennya, ditanyakan penyebabnya dan diminta melakukan tindakan agar tidak ada produk diluar standar yang beredar di pasar. Tidak perlu ada aturan aturan baru yang bisa menambah beban industri,” kata Pinke.

Menurutnya Kemenperin akan segera meminta klarifikasi kepada BPOM terkait pengungkapan temuan produk AMDK non standar di pasar, bagaimana kajian dan temuan itu dilakukan dan monitoringnya seperti apa. “Karena, kami dari penerbit regulasi SNI mengharapkan pengawasan itu bisa dilakukan bersama-sama dan bukan hanya dilakukan oleh satu instansi saja,” ucapnya.

Peneliti Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, membuat perbandingan sifat fungsional kemasan antara galon guna ulang dan galon sekali pakai. Dia mengatakan bahwa galon guna ulang memiliki banyak keunggulan dibandingkan galon sekali pakai. 

“Galon guna ulang lebih fleksibel, sehingga lebih tahan dari resiko pecah atau retak. Galon guna ulang juga memiliki ketahanan gores dan benturan yang lebih baik dan suhu transisi gelas atau Tg yang lebih tinggi, yaitu 150 derajat Celcius dibanding galon sekali pakai yang hanya 70 derajat Celcius, sehingga tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat Celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement