Jumat 23 Sep 2022 11:24 WIB

Menghindari Maksiat Hati

Beberapa maksiat hati adalah putus asa, sombong dan riya.

(Ilustrasi) Jangan berputus asa dari rahmat Ilahi. Putus asa merupakan salah satu maksiat hati.
Foto: Republika/Mardiah
(Ilustrasi) Jangan berputus asa dari rahmat Ilahi. Putus asa merupakan salah satu maksiat hati.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh  Syamsul Yakin

Dalam karyanya yang berjudul  Bahjatul Wasail, Syaikh Nawawi mengindentifikasi sejumlah maksiat hati. Pertama, meragukan Allah. Baik mengenai wujud Zat Allah yang terdahulu tanpa ada permulaan, maupun meragukan salah satu sifat wajib bagi Allah.

Kedua, termasuk maksiat  hati adalah merasa aman dari siksa Allah dengan mengharap rahmat Allah tapi tidak berhenti berbuat dosa.

Allah berfirman, "Maka apakah mereka merasa aman dari siksa Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari siksa Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS  al-A'raf/7: 99).

Ketiga, berputus asa dari rahmat Allah. Padahal Allah mewanti-wanti, "Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah." (QS al-Zumar/39: 53).

Keempat, termasuk maksiat hati adalah menyombongkan diri di hadapan sesama bahwa dirinya lebih dari orang lain. Nabi mengingatkan, "Seseorang yang di dalam hatinya ada rasa sombong kendati hanya sebesar biji sawi, tidak akan masuk surga." (HR Muslim).

Kelima, riya atau keinginan agar dipandang, diapresiasi, dan diberikan penilaian.

Keenam, ujub. Beda sombong dan ujub. Kalau sombong muncul karena merasa  memiliki kedudukan, sedangkan ujub muncul karena merasa memiliki keutamaan. Namun ujub bisa juga dimaknai sebagai sifat sombong di dalam hati karena merasa memiliki amal dan ilmu yang sempurna.

Ketujuh, termasuk maksiat hati adalah dengki atau mengharapkan hilangnya nikmat yang diraih orang lain agar berpindah kepada dirinya. 

Kedelapan, menaruh dendam kepada sesama. Allah berfirman, "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS  al-Nahl/16: 126). Ayat ini membedakan antara dendam dan balasan. Balasan tidak berarti dendam.

Kesembilan, berketetapan hati untuk terus saja berbuat dosa kepada Allah atau ishrar. Kesepuluh, bakhil. Padahal Allah berpesan, "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka." (QS Ali Imran/3: 180).

Bagi Syaikh Nawawi, hati itu adalah daging atau darah yang menggumpal. Maksiat hati adalah segala dosa yang muncul dari segumpal darah tersebut. Nabi tegaskan,  "Sesungguhnya di dalam badan ini terdapat sekerat daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh badan, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badan. Sesungguhnya itu adalah hati." (HR Bukhari).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement