Jumat 23 Sep 2022 11:39 WIB

Prinsip Kehati-hatian Jadi Alasan PPKM Belum Juga Dicabut

Saat ini seluruh daerah di Indonesia berstatus PPKM Level 1.

Warga berdiri di dekat mural Covid-19 di kawasan Cikoko, Cawang, Jakarta. Pemerintah menerapkan level PPKM sesuai kondisi penularan Covid-19 di setiap daerah.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga berdiri di dekat mural Covid-19 di kawasan Cikoko, Cawang, Jakarta. Pemerintah menerapkan level PPKM sesuai kondisi penularan Covid-19 di setiap daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pemerintah menjadikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sebagai salah satu instrumen untuk melindungi masyarakat saat kasus penularan COVID-19 meningkat. "PPKM merupakan kebijakan yang menjaga masyarakat apabila ke depannya terjadi kembali lonjakan kasus," kata Wiku saat dimintai konfirmasi di Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Ia mengatakan bahwa pemerintah menerapkan level PPKM sesuai kondisi penularan Covid-19 di setiap daerah. Pemerintah menerapkan kebijakan itu secara konsisten sejak awal pandemi pada Maret 2020 hingga sekarang.

Baca Juga

Pemerintah Indonesia, Wiku mengatakan, tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menghadapi penularan virus corona tipe SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Karena itu Pemerintah masih menerapkan PPKM. Peraturan mengenai PPKM yang baru tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2022 tentang PPKM di Jawa-Bali serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2022 tentang PPKM di luar Jawa-Bali yang berlaku hingga 3 Oktober 2022.

Seluruh daerah di Indonesia masih berstatus PPKM Level 1. Perpanjangan PPKM dilakukan berdasarkan masukan dari para ahli, antara lain dengan mempertimbangkan positivity rate Covid-19 masih di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia, yakni lima persen dari populasi.

Menurut hasil analisa Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI per 20 September 2022, kasus positif Covid-19 dalam dua pekan terakhir secara nasional menurun dari 3.463 menjadi 2.244 kasus dan jumlahkasus aktif turun dari 42.439 menjadi 27.972 kasus. Selama kurun itu, jumlah pasien Covid-19 yang dirawat menurun dari 3.786 menjadi 3.313 orang, persentase pasien yang meninggal turun dari 2,47 menjadi 2,46 persen, dan tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien COVID-19 di rumah sakit turun dari 5,94 persen menjadi 5,32 persen.

Secara terpisah, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa yang perlu dijamin selama masa transisi dari pandemi menuju endemi yaitu meminimalisasi sirkulasi virus SARS-CoV-2. Terutama pada kelompok risiko tinggi, serta pencegahan penularan penyakit dan penanganan pasien, termasuk penanganan efek jangka panjang Covid-19.

"Kalau memang pandemi Covid-19 akan dinyatakan selesai, katakanlah dalam beberapa bulan ke depan, maka virusnya masih akan ada di komunitas, walaupun tidak menimbulkan dampak berarti," katanya. "Walaupun pandemi selesai nantinya, maka kewaspadaan kesehatan tetap harus dilakukan."

Tjandra juga mengemukakan perlunya pengintensifan upaya pencegahan, pemeriksaan, vaksinasi, dan penanganan kasus infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement