REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) angkat bicara setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu hakim agung dan empat pegawainya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro mengaku bahwa pihakna akan bersikap kooperatif terhadap penanganan kasus tersebut.
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Lima diantaranya merupakan pejabat dan staf di MA. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Redi (RD) dan Albasri (AB).
"Sehubungan dengan penetapan tersangka dan pemanggilan salah seorang hakim agung, Bapak Sudrajad Dimyati, bagi Mahkamah Agung bersikap kooperatif dan menyerahkan kepada mekanisme proses hukum yang menjadi kewenangan KPK," kata Andi Samsan dalam konferensi pers secara daring, Jumat (23/9/2022).
Andi pun memastikan, Sudrajad Dimyati bakal memenuhi panggilan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK akan meminta keterangan Sudrajad menyangkut dugaan suap yang turut menyeret namanya.
"Pak Sudrajad akan memenuhi panggilan dari KPK sehubungan dengan ditetapkannya sebagai tersangka," ujar dia.
Sementara itu, Andi menyebut, ia belum mengetahui soal tujuan kedatangan pihak KPK ke MA apakah untuk melakukan penggeledahan atau tidak. "Kami sendiri belum tahu, ya kalau ada dari KPK (datang) bisa saja. Adapun tujuan lain apakah melakukan (penggeledahan) saya belum tahu ya," tuturnya.
Andi juga enggan berkomentar lebih banyak saat ditanya mengenai kronologi operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap anggota MA. Dia menuturkan bahwa tidak ingin mendahului keterangan dari pihak KPK.
"Kami dari pihak MA tidak pada tempatnya untuk mendahului, memberi penjelasan, bagaimana kronologis kejadiannya. Kita serahkan saja nanti saudara-saudara nanti dapat mendengarkan di KPK. Karena yang melakukan penangkapan, kemudian melakukan pemeriksaan yang sebaiknya," ujar Andi.
"Nanti kalau kami memberikan penjelasan dikira tidak objektif, membela aparat, dan sebagainya ya. Jadi, kami membatasi diri, menyerahkan kepada mekanisme proses hukum yang berlaku," kata dia menjelaskan.