Jumat 23 Sep 2022 16:15 WIB

OTT Hakim Agung Dinilai Fenomena Gunung Es di Mahkamah Agung

Risiko besar korupsi di Mahkamah Agung adalah hilangnya kepercayaan publik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (tengah) berjalan saat tiba di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Sudrajad Dimyati mendatangi KPK untuk menjalani pemeriksaan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (tengah) berjalan saat tiba di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Sudrajad Dimyati mendatangi KPK untuk menjalani pemeriksaan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menilai penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) membuka masalah yang ada di lembaga tersebut. Menurutnya, penetapan tersangka terhadap hakim agung dipandang banyak pihak sebagai fenomena gunung es di MA.

"Saya pikir ini tugas berat. Walaupun ada kekhawatiran kasus ini sebuah fenomena gunung es, tapi saya tetap percaya MA masih dapat memperbaiki trust-nya ke depan," ujar Pangeran lewat keterangannya, Jumat (23/9/2022).

Baca Juga

Komisi III, jelas Pangeran, juga kerap menerima laporan dan aduan dari masyarakat yang mengungkapkan sulitnya mendapatkan keadilan di pengadilan. Ditambah dengan adanya operasi tangkap tangan (OTT) tersebut tentu akan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap MA

"Risiko besar korupsi di level Mahkamah Agung ini adalah semakin hilangnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi peradilan. Takutnya akan mengakibatkan masyarakat mencari dan menggunakan cara-cara di luar hukum dalam menyelesaikan setiap permasalahan di sekitarnya," ujar Pangeran.

Komisi III juga selama selama ini selalu menyuarakan dan berpesan kepada seluruh mitra kerjanya untuk tegak dan lurus menjalankan konstitusi. Termasuk bagi MA untuk melakukan perubahan budaya, baik para hakim, panitera, hingga seluruh perangkat terkait.

"Pesan saya terakhir, harus ada evaluasi mendalam, menyeluruh, dan perubahan besar-besaran di internal MA untuk menjaga pabrik yurisprudensi di Indonesia ini," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

MA angkat bicara setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu hakim agung dan empat pegawainya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro mengaku bahwa pihaknya akan bersikap kooperatif terhadap penanganan kasus tersebut.

Sebagai informasi, KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Lima diantaranya merupakan pejabat dan staf di MA. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Redi (RD) dan Albasri (AB).

"Sehubungan dengan penetapan tersangka dan pemanggilan salah seorang hakim agung, Bapak Sudrajad Dimyati, bagi Mahkamah Agung bersikap kooperatif dan menyerahkan kepada mekanisme proses hukum yang menjadi kewenangan KPK," kata Andi Samsan dalam konferensi pers secara daring, Jumat (23/9/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement