Jumat 23 Sep 2022 16:54 WIB

Kebijakan Pembatasan, BBM Subsidi Bukan untuk Orang Kaya

Ia masih menemukan mobil-mobil mewah yang tetap saja menggunakan Pertalite

Red: Budi Raharjo
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Yos Sudarso, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, Solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter berlaku pada Sabtu 3 September 2022 mulai pukul 14.30 WIB.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Yos Sudarso, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, Solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter berlaku pada Sabtu 3 September 2022 mulai pukul 14.30 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mengajak masyarakat untuk sadar dalam menggunakan BBM bersubsidi. Jangan sampai kalangan mampu menggunakan hak subsidi bagi rakyat miskin.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengatakan perlu menumbuhkan kesadaran masyarakat menggunakan BBM nonsubsidi. Sebab, ia masih menemukan mobil-mobil mewah yang tetap saja menggunakan Pertalite. Padahal Pertalite ditujukan untuk kalangan rentan.

“Butuh personal integrity. Apakah memang layak saya menggunakan ini (BBM bersubsidi). Kadang saya suka melihat pada saat sidak dalam beberapa kesempatan di beberapa daerah. Mobilnya bagus yang keluar cukup mentereng, profesional, ada ibu habis tarik arisan, tetapi tetap isi Pertalite BBM subsidi,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Pembatasan BBM Berkeadilan” di Jakarta.

Menurut dia, rencana pembatasan BBM bersubsidi dengan menggunakan indikator kapasitas mesin tidak menjadi masalah. Karena kesadaran akan apakah layak menerima subsidi tak kalah penting.

“Tapi saya kira kembali ke kita semua, apakah kita pantas mengisi BBM bersubsidi atau tidak, apakah kita mengambil hak orang lain dengan mengambil BBM subsidi atau tidak?” ujarnya.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Trubus Rahardiansyah, menumbuhkan kesadaran itu tidak mudah. Harus ada aturan yang dapat memaksa masyarakat agar sadar dan menggunakan BBM nonsubsidi.

“Sesungguhnya perilaku manusia itu bisa dikondisikan. Caranya dengan edukasi. Itu akan dikomunikasikan terus menerus, dan ada advokasi pendampingan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement